Sabtu, 04 Desember 2010

Contoh Laporan Studi Lapangan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Sesuai dengan kurikulum Madrasah bahwa setiap kelompok diwajibkan untuk membuat Laporan Studi Lapangan untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
Faktor-faktor yang melatar belkangi penyusunan hasil studi lapangan ini adalah sebagai sarana untuk menunjang Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), maka siswa diharapkan aktif untuk praktek langsung di lapangan/studi lapangan. Sehingga kreativitas siswa dapat kwalitas yang diharapkan melalui kegiatan ini siswa dapat menyimpulkan data dan membuat laporan.

1.2        Tujuan Studi Lapangan
Tujuan studi lapangan di antaranya adalah sebagai berikut :
1.2.1       Melaksanakan program Madrasah atau Sekolah.
1.2.2       Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
1.2.3       Melihat langsung atau praktek langsung di lapangan.

1.3        Metode Studi Lapangan
Metode studi lapangan yang di lakukan adalah:
2.5.1       Studi kepustakaan.
2.5.2       Studi kelompok.
2.5.3       Studi penelitian langsung.
2.5.4       Tanya jawab.

1.4        Sistematika Penulisan
Pada karya ilmiah ini, penulis akan menjelaskan hasil penelitian di lapangan dimulai dengan menuliskan daftar anggota kelompok, lembar persetujuan, lembar pengesahan, kata pengantar, daftar isi, dan di lanjutkan pada bab pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang, tujuan studi lapangan, metode studi lapangan, dan sistematika penulisan. Pada bab berikutnya penulis akan memaparkan laporan hasil studi lapangan pada tanggal 19 Oktober sampai dengan 22 Oktober di keraton solo, Tawang mangu, UGM, Taman Pintar, Pabrik Gula Madukismo dan Candi Prambanan. Bab terakhir penulis akan menyimpulkan hasil penelitianya.

























BAB II
LAPORAN STUDI LAPANGAN

2.1       Keraton Solo
2.1.1       Sejarah Keraton Solo
Kota Solo (Surakarta) merupakan sebuah kota tua yang berumur lebih dari 260 tahun yang sarat dengan peristiwa sejarah bagi bangsa Indonesia. Sebut saja peristiwa lahirnya Serikat Islam pada 1911, di mana saat itu reaksi wong Solo bergolak atas campur tangan ekonomi kolonial. Kemudian, peristiwa pemberontakan faham komunis yang dipimpin Haji Mizbah yang bisa menguasai kereta api pada 1924.
Dalam konteks Kota Solo, kelahiran kota ini sendiri merupakan peristiwa sejarah yang ditandai perpindahan keraton dari Kartasura ke Desa Sala. Pemilihan lokasi dibangunnya Keraton Surakarta sendiri bermakna bagi eksistensi kerajaan. Konsep ‘kutaraja’ yang dikelilingi benteng Baluwarti dihadirkan di lokasi yang awalnya pusat perdagangan Bengawan Solo, mengingat di sana ada pertemuan sejumlah sungai yang waktu itu merupakan sarana transportasi perdagangan.
Awalnya, lokasi dibangunnya keraton berupa kedung, dan merupakan pertemuan sejumlah sungai. Ada Sungai Batangan yang bertemu dengan Sungai Tempuran. Lalu, Sungai Laweyan atau Banaran yang bertemu dengan Sungai Batangan. Sementara dari arah selatan ada Sungai Wingko dan dari utara ada Sungai Pepe.
Beberapa kitab Jawa, baik dalam Babad Giyanti (1916, I), Babad Kartasura Pacinan (1940), maupun Babad Tanah Jawi (1941), kisah perpindahan Keraton dari Kartasura ke Surakarta hampir seragam. Ketika Sunan Paku Buwono II (1726–1749) kembali dari Ponorogo, (1742), ia menyaksikan kehancuran bangunan istana. Rusaknya bangunan istana itu disebabkan ulah dari para pemberontak Cina. Bagi Sunan, keadaan tersebut mendorong niatnya untuk membangun sebuah istana yang baru.
Kemudian, ia mengusulkan kepada para para punggawa kerajaan untuk membangun sebuah istana baru. Patih R Ad Pringgalaya dan beberapa bangsawan diajak berembug tentang rencana itu. Paku Buwono II berkeinginan membangun istana baru di tempat yang baru. Ia menghendaki, istana yang baru itu berada di sebelah timur istana lama, dekat dengan sungai Bengawan Sala. Hal ini dilakukan di samping untuk menjauhi pengaruh para pemberontak yang mungkin masih bersembunyi di kartasura, juga untuk menghapus kenangan buruk kehancuran istana Kartasura.
Akhirnya, Sunan mengutus utusan yang terdiri dari ahli negara, pujangga dan ahli kebatinan untuk mencari tempat yang cocok bagi pembangunan istana baru. Utusan itu terdiri dari Mayor Hohendorp, Adipati Pringgalaya, dan Adipati Sindurejo (masing-masing sebagai Patih Jawi ’Patih Luar’ dan Patih Lebet ‘Patih Dalam’), serta beberapa orang bupati.
Utusan itu diikuti juga oleh abdi dalem ahli nujum, Kyai T Hanggawangsa, RT Mangkuyuda, dan RT Puspanegara. Singkat cerita, mereka mendapatkan tiga tempat yang dianggap cocok untuk dibangun istana, yaitu Desa Kadipala, Desa Sala, dan Desa Sana Sewu.
Setelah diadakan musyawarah, para utusan akhirnya memilih Desa Sala sebagai calon tunggal untuk tempat pembangunan istana baru, dan keputusan ini kemudian disampaikan kepada Sunan di Kartasura. Setelah Sunan menerima laporan dari para utusan tersebut, kemudian memerintahkan beberapa orang abdi dalem untuk meninjau dan memastikan tempat itu. Utusan itu adalah Panembahan Wijil, Abdi Dalem Suranata, Kyai Ageng Khalifah Buyut, Mas Pangulu Fakih Ibrahim, dan Pujangga istana RT Tirtawiguna (Tus Pajang, 1940:19-21).
Sesampainya di desa Sala, utusan tersebut menemukan suatu tempat yang tanahnya berbau harum, maka disebut Desa Talangwangi (tala=tanah; wangi=harum), terletak di sebelah barat laut desa Sala (sekarang menjadi kampung Gremet). Setelah tempat tersebut diukur untuk calon lokasi istana, ternyata kurang luas, maka selanjutnya para utusan melakukan “samadhi” (bertapa) untuk memperoleh ilham (“wisik”) tentang cocok atau tidaknya tempat tersebut dijadikan pusat istana. Mereka kemudian bertapa di Kedhung Kol (termasuk kampung Yasadipuran sekarang).
Setelah beberapa hari bertapa, mereka memperoleh ilham bahwa desa Sala sudah ditakdirkan oleh Tuhan menjadi pusat kerajaan baru yang besar dan bertahan lama (Praja agung kang langgeng). Ilham tersebut selanjutnya memberitahukan agar para utusan menemukan Kyai Gede Sala (sesepuh desa Sala). Orang itulah yang mengetahui ‘sejarah’ dan cikal bakal desa Sala . Perlu diketahui, bahwa nama Kyai Gede Sala berbeda dengan Bekel Ki Gede Sala, seorang bekel yang menepalai desa Sala pada jman Pajang. Sedang Kyai Gede Sala adalah orang yang mengepalai desa Sala pada jaman kerajaan Mataram Kartasura (Pawarti Surakarta, 1939:6-7).
Selanjutnya Kyai Gede Sala menceritakan tentang desa Sala sebagai berikut. Ketika jaman Pajang, salah seorang putera Tumenggung Mayang, Abdi Dalem kerajaan Pajang, bernama Raden Pabelan, dibunuh di dalam istana, sebaba ketahuan bermain asmara dengan puteri Sekar Kedaton atau Ratu Hemas, puteri Sultan Hadiwijaya, raja Pajang (Atmodarminto, 1955:83; Almanak Cahya Mataram, 1921:53; Dirjosubrata, 1928:75-76). Selanjutnya mayat raden Pabelan dihanyutkan (dilarung) di sungai Lawiyan (sungai Braja), hanyut dan akhirnya terdampar di pinggir sungai dekat Desa Sala. Bekel Kyai Sala yang saat itu sebagai penguasa Dsa Sala, pagi hari ketika ia pergi kesungai melihat mayat. Kemudian mayat itu didorong ke tengah sungai agar hanyut. Memang benar, mayat itu hanyut dibawa arus air sungai Braja.
Pagi berikutnya, kyai Gede Sala sangat heran karena kembali menemukan mayat tersebut sudah di tempatnya semula. Sekali lagi mayat itu dihanyutkan ke sungai. Namun anehnya, pagi berikutnya peristiwa sebelumnya berulang lagi. Mayat itu kembali ke tempat semula, sehingga Kyai Gede Sala menjadi sangat heran. Akhirnya ia maneges, minta petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa atas peristiwa itu. Setelah tiga hari tiga malam bertapa, Kyai Gede Sala mendapat ilham atau petunjuk. Ketika sedang bertapa, seakan-akan ia bermimpi bertemu dengan seorang pemuda gagah. Pemuda itu mengatakan, bahwa dialah yang menjadi mayat itu dan mohon dengan hormat kepada Kyai Gede Sala agar dia dikuburkan di situ.
Namun sayang, sebelum sempat menanyakan tempat asal dan namanya, pemuda itu telah raib/menghilang. Akhirnya Kyai Gede Sala menuruti permintaan pemuda tersebut, dan mayatnya dimakamkan di dekat desa Sala. Karena namanya tidak diketahui, maka mayat itu desebut Kyai Bathang (bathang=mayat). Sedangkan tempat makamnya disebut Bathangan (makam itu sekarang berada di kawasan Beteng Plaza, Kelurahan Kedung Lumbu). Dengan adanya Kyai Bathang itu, desa Sala semakin raharja (Sala=raharja_, kehidupan rakyatnya serba kecukupan dan tenang tenteram (Roorda, 1901:861).
Demikian cerita singkat Kyai Gede Sala. Kuburan itu terletak di tepi rawa yang dalam dan lebar. Keadaan ini kemudian oleh para utusan dilapokan kepada Sunan di Kartasura.
Sesudah Sunan Paku Buwana II menerima laporan, maka segera memerintahkan kepada Kyai Tohjaya dan Kyai Yasadipura (I), serta RT. Padmagara, untuk mengupayakan agar desa Sala dapat dibangun istana baru. Ketigautusan tersebut kemudian pergi ke desa Sala. Sesampainya di desa Sala, mereka berjalan mengelilingi rawa-rawa yang ada disekeliling desa Sala.
Akhirnya, mereka dapat menemukan sumber Tirta Amerta Kamandanu (air kehidupan, sumber mata air). Hal itu dilaporkan kepada Sunan, dan kemudian Sunan memutuskan bahwa desa Sala-lah yang akan dijadikan pusat istana baru. Sunan segera memerintahkan agar pembangunan istana segera dimulai. Atas perintah Sunan, seluruh Abdi Dalem dan Sentana dalem membagi tugas: Abdi Dalem mancanegara Wetan dan Kilen dimintai balok-balok kayu, jumlahnya tergantung pada luas wilayahnya. Balok-balok kayu tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam rawa di desa Sala sampai penuh. Meskipun demikian belum dapat menyumbat mata air rawa tersebut, bahkan airnya semakin deras.
Sanadyan kelebetana sela utawi balok ingkang ageng-ageng ngantos pinten-pinten ewu, meksa mboten saget pampet, malah toya saya ageng ambalaber pindha samodra.(Tus Pajang, 1940:24-25). (Walaupun diberi batu ataupun balok-balik kayu yang besar-besar sampai beribu-ribu banyaknya, terpaksa tidak dapat tertutup, bahkan keluarnya air semakin besar dan menyeruap bagaikan samudra).
Bahkan lebih mengherankan lagi, dari sumber air tersebut keluar berbagai jenis ikan yang biasa hidup di air laut (teri pethek, dsb). Menyaksikan kejadian itu, Panembahan Wijil dan Kyai Yasadipura bertapa selama tujuh hari tujuh malam tanpa makan dan tidur. Akhirnya pada malam hari Anggara Kasih (Selasa Kliwon) Kyai Yasadipura mendapatkan ilham sebagai berikut: He kang padha mangun pujabrata, wruhanira, telenging rawa iki ora bisa pampet amarga dadi tembusaning samodra kidul. Ewadene yen sira ngudi pampete, kang dadi saranane, tambaken Gong Kyai Sekar Dlima godhong lumbu, lawan sirah tledhek, cendhol mata uwong, ing kono bisa pampet ponang teleng. Ananging ing tembe kedhung nora mili nora pampet, langgeng toyanya tan kena pinampet ing salawas-lawase (Pawarti Surakarta, 1939:7).
 (Hai, kalian yang bertapa, ketahuilah, bahwa pusat rawa ini tidak dapat ditutup, sebab menjadi tembusannya Lautan Selatan. Namun demikian bila kalian ingin menyumbatnya gunakan cara: gunakan Gong Kyai Sekar Delima, daun lumbu (talas), dan kepala ronggeng, cendol mata orang, disitulah pasti berhenti keluarnya mata air. Akan tetapi besok kenghung itu tidak akan mengalir, tetapi juga tidak berhenti mengeluarkan air, kekal tidak dapat disumbat selama-lamanya). Penerimaan ilham tersebut terjadi pada hari Anggara Kasih (Selasa Kliwon) tanggal 28 Sapar, Jimawal 1669 (1743 Masehi) (Yasadipura II, 1916: 17-18). Segala kejadian tersebut kemudian dilaporkan kepada Sunan di Kartasura. Sunan sangat kagum mendengar laporan tersebut dan setelah berpikir keras akhirnya Sunan bersabda:
Tledhek iku tegese ringgit saleksa. Dene Gong Sekar Dlima tegese gangsa, lambe iku tegese uni. Dadi watake bebasan kerasan. Gong Sekar Delima, dadi sekaring lathi, ingkang anggambaraken mula bukane nguni iku Kyai Gede Sala. Saka panimbang iku udanegarane kabener anampi sesirah tledhek arta kehe saleksa ringgit (cendhol mata uwonng), mangka liruning kang dadi wulu wetuning desa tekan ing sarawa-rawa pisan (Pawarti Surakarta, 1939:8). “Tledhek” berarti sepuluh ribu ringgit. Gong Sekar Delima berarti “gangsa”, bibir atau ujar (perkataan). Jadi bersifat perumpamaan. Gong Sekar Delima menjadi buah bibir yang menggambarkan asal mula/cikal bakal (desa) yaitu Kyai Gede Sala. Atas pertimbangan itu sepantasnya menerima ganti uang sebanyak sepuluh ribu ringgit. Sebagai ganti rugi penghasilan desa beserta rawa-rawanya.
Demikian akhirnya Kyai Gede Sala memperoleh ganti rugi sebesar sepuluh ribu ringgit (saleksa ringgit) dari Sunan. Selanjutnya Kyai Gede Sala bertapa di makam Kyai Bathang. Di dalam bertapa itu Kyai Gede Sala memperoleh “Sekar Delima Seta” (putih) dan daun lumbu (sejenis daun talas). Kedua barang tersebut dimasukkan ke dalam sumber mata air (Tirta Amerta Kamandanu). Sesudah itu dilakukan kerja bhakti (gugur gunung) menutup rawa. Akhirnya pekerjaan itu selesai dengan cepat. Penghuninya dipindahkan dan dimukimkan kembali di tempat lain (“wong cilik ing desa Sala kinen ngalih marang ing desa Iyan sami”). Kemudian pembangunan dimulai dengan menguruk tanah yang tidak rata dan dibuat gambar awal dengan mengukur panjang dan lebarnya (“ingkur amba dawane”). Puluhan ribu (leksan) buruh bekerja di proyek pembangunan itu. Dinding-dinding pertama dibangun dari bambu karena waktunya mendesak. Adapun desain umumnya mencontoh model Karaton Kartasura (“anelad Kartasura”) (Lombard, III: 109). Mengapa pilihan jatuh di Desa Sala, ada beberapa alasan yang dapat diajukan, baik dilihat secara wadhag atau fisik-geografis maupun alasan magis-religius. Desa Sala letaknya dekat dengan Bengawan Sala, yang sejak lama mempunyai arti penting dalam hubungan sosial, ekonomi, politik, dan militer antara Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sebuah sumber menyebutkan, Bengawan Sala atau atau Bengawan Semanggi mempunyai 44 bandar (Fery Charter abad ke-14), salah satunya bernama Wulayu atau Wuluyu atau sama dengan desa Semanggi (bandar ke-44). Dalam Serat Wicara Keras disebutkan, Bengawan Sala sebagai Bengawannya orang Semanggi (bandingkan dengan Babad Tanah Jawi).
Alasan lainnya, di desa Sala cukup tenaga kerja untuk membuat Karaton karena dikelilingi oleh desa Semanggi, Baturana, dan Babudan (dua desa yang terakhir merupakan tempat Abdi Dalem pembuat babud permadani pada jaman Kartasura). Desa Sala sendiri zaman Padjang dibawah bekel Kyai Sala. Alasan politis juga dapat dimasukkan, terutama dalam menjaga kepentingan VOC. Untuk mengawasi Mataram maka VOC membangun benteng di pusat kota Mataram yang mudah dijangkau dari Semarang sebagai pintu gerbang ke pedalaman.
Sementara itu terdapat sejumlah alasan magis-religius seperti berikut ini. Pertama, desa Sala terletak di dekat tempuran, yaitu bertemunya Sungai Pepe dan Bengawan Sala. Tempuran merupakan tempat magis dan sakral. Dismping itu, kata Sala atau Qala dihubungkan dengan bangunan suci. Kata itu berarti ruangan atau bangsal besar dan telah disebut-sebut dalam OJO no. XLIII (920) dengan istilah Kahyunan. Di Qala tedapat sekolah Prahunan (sekarang kampung praon) di dekat muara Sungai Pepe, yang artinya bangunan suci di Hemad (I Hemad atau Ing Hemad, Ing Gemad = Gremet). “Ning peken ri hemad”, artinya di pasar ngGremet, tempat dilakukan upacara penyumpahan mendirikan tempat swatantra perdikan di Sala.
Pembangunan Karaton segera dimulai setelah rawa-rawa berhasil dikeringkan dan tempatnya dibersihkan. Untuk mengurug Karaton, tanahnya diambil dari desa Talawangi. (dalam sebuah sumber lain disebutkan, “hawit iku pada kalebu hing jangka, sak mangsa-mangsa ndandani Kadaton bakal njupuk hurug lemah Kadipala (Tetedakan sangking Buk Ha: Ga, Sana Pustaka). Jadi tanah Talawangi dan tanah Sala kedua-duanya dipakai untuk pembangunan Karaton. Karaton telah berdiri meskipun belum dipagari batu dan baru dari bambu (jaro bethek). Sirnaning Resi Rasa Tunggal (1670) menandai saat pengerjaan Karaton selesai, meskipun nampak tergesa-gesa.

2.1.2       Bagian-bagian Keraton
Secara umum Keraton Surakarta dibagi menjadi beberapa bagian yang meliputi:
2.1.2.1        Kompleks Alun-alun Lor (Utara)
Kompleks ini meliputi Gladhag, Pangurakan, Alun-alun Utara, dan Masjid Agung Surakarta. Gladhag yang sekarang dikenal dengan Perempatan Gladhag di Jalan Selamet Riyadi Surakarta, pada zaman dulu digunakan sebagai tempat mengikat binatang buruan yang ditangkap dari hutan. Alun-alun merupakan tempat diselenggarakannya upacara-upacara yang melibatkan rakyat. Selain itu Alun-alun menjadi tempat bertemunya raja dan rakyatnya.
Di pinggir Alun-alun ditanami sejumlah pohon-pohon beringin. Di tengah-tengah Alun-alun terdapat dua pohon beringin (Ficus Benjamina; Famili Moraceae) yang diberi pagar. Kedua batang pohon ini disebut Waringin Sengkeran (Harifah: beringin yang dikurung) yang diberi nama Dewodaru dan Joyodaru. Disebelah barat Alun-alun utara berdiri Masjid Ageng (Masjid Raja) Surakarta. Masjid raya ini merupakan masjid resmi kerajaan dan didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono III pada tahun 1750 (Kasunanan Surakarta merupakan kerajaan Islam). Bangunan utamanya terdiri dari serambi dan masjid induk.
2.1.2.2        Kompleks Sasana Sumewa dan Kompleks Sitihinggil Lor (Utara)
Sasana Sumewa merupakan bangunan utama terdepan di Keraton Surakarta. Dikompleks ini terdapat sejumlah meriam diantaranya diberi nama Kyai Pancawura atau Kyai Sapu Jagad. Meriam ini dibuat pada masa pemerintahan Sultan Agung. Disebelah selatan Sasana Sumewa terdapat Kompleks Sitihinggil. Sitihinggil merupakan suatu kompleks yang dibangun diatas tanah yang paling tinggi dari sekitarnya. Kompleks ini mempunyai dua gerbang, satu disebelah utara yang disebut dengan Kori Wijil dan satu disebelah selatan yang disebut dengan Kori Renteng.
Pada tangga Sitihinggil terdapat sebuah batu yang digunakan sebagai tempat pemenggalan kepala Trunajaya yang disebut Selo Pamecat. Bangunan utana dikompleks Sitihinggil adalah Sasana Sewayana yang digunakan para Pembesar dalam menghadiri upacara kerajaan. Selain itu, terdapat Bangsal Manguntur Tangkil, tempat tahta susuhunan, dan Bangsal Witono, tempat persemayaman Pusaka Kebesaran Kerajaan selama berlangsungnya upacara. Bangsal yang terakhir ini memiliki suatu bangunan kecil yang disebut Krobongan Bali Manguneng, tempat persemayaman pusaka keraton Kanjeng Nyai Satomi, sebuah meriam yang dirampas Tentara Mataram dari VOC saat menyerbu Batavia. Sisi luar timur-selatan-barat kompleks Sitihinggil merupakan jalan umum yang dapat dilalui oleh masyarakat yang disebut dengan Supit Urang.
2.1.2.3        Kompleks Kemandungan Lor (Utara)
Kori Brajanala (Brojonolo) atau Kori Gapit merupakan pintu gerbang masuk utama dari arah utara kedalam halaman Kemandungan Utara. Gerbang ini menjadi gerbang cepuri yang menghubungkan Jalan Supit Urang dengan halaman dalam istana. Gerbang ini dibangun oleh Susuhunan Paku Buwono III dengan gaya Semar Tinandu. Disisi kanan dan kiri (barat dan timur) Kori Brajanala terdapat Bangsal Wisomarto terdapat juga pengawal istana. Ditimur gerbang terdapat menara lonceng, ditengah-tengah kompleks terdapat halaman kosong. Di halaman ini dapat dilihat sebuah menara megah yang disebut dengan Panggung Sangga Buwana (Panggung Songgo Buwono).
2.1.2.4        Kompleks Sri Manganti
Untuk memasuki kompleks ini harus melewati pintu gerbang Kori Kamandungan. Di depan sisi kanan dan kiri gerbang yang bernuansa warna biru dan putih terdapat dua arca. Disisi kanan dan kiri pintu besar ini terdapat cermin dan diatasnya terdapat suatu hiasan yang terdiri dari senjata dan bendera yang ditengahnya terdapat lambang kerajaan. Hiasan ini disebut Bendero Gulo Klopo. Dihalaman Sri Manganti terdapat dua bangunan utama yaitu Bangsal Smarakatha disebelah barat dan Bangsal Marcukundha disebelah timur.
Pada zamannya Bangsal Smarakatha digunakan untuk menghadap para pegawai menengah ke atas, dengan pangkat Bupati lebet ke atas. Tempat ini pula menjadi tempat penerimaan kenaikan pangkat para pejabat senior. Sekarang digunakan untuk latihan menari dan mendalang. Bangsal Marcukundha pada zamannya digunakan untuk menghadap para Opsir Prajurit, untuk kenaikan pangkat pegawai dan pejabat yunior, serta tempat untuk menjatuhkan vonis hukuman bagi kerabat raja. Sekarang tempat ini untuk menyimpan Krobongan Madirenggo, sebuah tempat untuk upacara sunat (khitan) putra para Susuhunan.
Di sisi barat daya Bangsal Marcukundha terdapat menara bersegi delapan yang disebut Panggung Sangga Buwana. Menara yang memiliki tinggi sekitar 30M ini sebenarnya terletak di dua halaman sekaligus, halaman Sri Manganti dan halaman Kedhaton.

2.1.2.5         Kompleks Kedhaton
Kori Sri Manganti menjadi pintu untuk memasuki kompleks Kedhaton dari utara. Pintu gerbang yang dibangun oleh Susuhunan Paku Buwono IV pada tahun 1792 disebut juga Kori Ageng. Pintu yang memiliki gaya Semar Tinandi ini digunakan untuk menunggu tamu-tamu resmi kerajaan. Bagian kanan dan kiri pintu memiliki cermin dan sebuah ragam hias diatas pintu. Halaman Kedhaton dialasi dengan pasir hitam dari pintu selatan dan ditumbuhi oleh berbagai pohon langka antara lain 76 batang pohon sawo kecik (Manilkara Kauki, Kamili Sapotaceae). Selain itu halaman ini juga dihiasi dengan patung-patung bergaya eropa. Kompleks ini memiliki bangunan utama diantaranya adalah Sasana Sewaka, Ndalem Ageng Prabasuyasa, Sasana Handrawina, dan Panggung Sangga Buwana.
Sasana Sewaka aslinya merupakan bangunan peninggalan Pendapa Istana Kartasura. Tempat ini pernah mengalami kebakaran pada tahun 1985. Di bangunan ini pula Susuhunan bertahta dalam upacara-upacara kebesaran kerajaan seperti Garebeg Mulud dan ulang tahun raja. Di sebelah barat Sasana ini terdapat Sasana Parasdya, sebuah peringgitan. Di sebelah barat Sasana Parasdya terdapat Ndalem Ageng Prabasuyasa, tempat ini merupakan bangunan inti dan terpenting dari seluruh Keraton Surakarta Hadiningrat. Di lokasi ini seorang raja bersumpah ketika mulai bertahta sebelum upacara pemahkotaan dihadapkan khalayak di Sisihinggil utara.
Bangunan berikutnya adalah Sasana Handrawina. Tempat ini digunakan sebagai tempat perjamuan makan resmi kerajaan. Kini bangunan ini biasa digunakan sebagai tempat seminar maupun gala dinner tamu asing yang datang ke kota Solo. Bangunan utama lainnya adalah Panggung Sangga Buwana. Menara ini digunakan sebagai tempat meditasi Susuhunan sekaligus untuk mengawasi benteng VOC/Hindia Belanda yang berada tidak jauh dari istana. Bangunan yang memiliki lima lantai ini juga digunakan untuk melihat posisi bulan untuk menentukan awal satu bulan. Di puncak atap teratas terdapat ornamen yang melambangkan tahun dibangunnya menara tertua dikota Surakarta. Kawasan ini merupakan tempat tinggal resmi raja dan keluarga kerajaan yang masih digunakan hingga sekarang.

2.1.3       Benda-benda Peninggalan Keraton Solo
Dalam ruangan Keraton Solo terdapat benda-benda peninggalan diantaranya yaitu:
Ø      Ruangan I, Gambar-gambar Foto Raja dan ukiran kursi Raja
a.       Gambar Ingkang Sinuhun Paku Buwono dari mulai Paku Buwono V sampai dengan Paku Buwono XII
b.      Gambar Ingkang Sinuhun Paku Buwono X duduk dengan pakaian kebesaran.
c.       Satu buah gambar Kanjeung Ratu Emas, Permaisuri Ingkang Sinuhun Paku Buwono X
d.      Beberapa kuri ukir-ukiran dari zaman Paku Buwono IV (1788-1820)
e.       Dua buah kursi ukir-ukiran dari Gianyar (Bali) yang dipersembahkan kepada Paku Buwono X
f.        Sebuah kursi ukir-ukiran tempat duduk Ingkang Sunuhun Paku Buwono X
g.       Dua buah lemari ukir-ukiran dari zaman Paku Buwono X

Ø      Ruang II Perunggu
Di dalam ruangan ini terdapat pula arca batu dari zaman purbakal, yaitu:
a.       Arca Dewa Kuvera
b.      Arca Dewa Durga
c.       Arca Dewi Tara
d.      Arca Dewa Ciwa Mahaguru
Ø      Ruang III
Kita melihat kuda dari kayu lengkap dengan pakaian, untuk dinaiki pengantin laki-laki kerajaan
Ø      Ruang IV
Adegan pengantin perempuan dan laki-laki duduk bersila didepan krobongan diapit oleh dua orang patah sakembaran.
Satu joli besar berisi sebuah tempat pakaian ukir-ukiran, dibuat pada zaman Paku Buwono X. Pada dinding terdapat lukisan relief, ialah:
a.       Relief pemberangkat calon pengantin kerajaan laki-laki dan perempuan dari Keraton ke Kepatihan Calon pengantin putri duduk dalam joli, calon pengantin laki-laki naik kuda memegang tombak, diirngi oleh para pengawal
b.      Relief adegan pengantin menjalankan upacara ijab nikah
c.       Relief adegan pengantin panggih, pengantin perempuan dipertemukan dengan pengantin laki-laki
Ø      Ruang V Kesenian Rakyat
Diruang ini dipertontonkan beberapa adegan kesenian rakyat:
a.       Adegan Pergelaran Wayang Kulit Purwo dengan kelir, wayang dan dalang
b.      Pada dinding terdapat relief:
־         Klenengan = musik jawa tanpa tari
־         Pertunjukan wayang kulit
־         Pertunjukan wayang kulit pada peralatan perkawinan, supitan (khitanan), ruwatan, dan bersih desa.
c.       Pada dinding sebelah barat dalam lemari kaca terdapat adegan-adegan :
־         Wayang Kulit Purwo
־         Wayang Kulit Gedok
־         Wayang Kulit Madya
־         Wayang Kulit dari kayu, berbentuk manusia
־         Wayang Klitik, seperti wayang kulit, dibuat dari kayu
Ø      Ruang VI Topeng
Di ruang ini dipamerkan bermacam-macam topeng. Topeng ini dipergunakan khusus dalam tarian topeng. Ceritanya mengambil dari cerita Panji Inukertapati Asmarabangun, Dewi Galuh Ajeng, Dewi Galuh Candrakirana, Klana, dan sebagainya. Pada dinding timur dipamerkan lukisan relief :
a.       Relief pertunjnkan Jaran Kepang/Kuda Lumping
b.      Relief pertunjukan Tarian Tayub : seorang wanita menari dan menyanyi, diiringi gamelan
c.       Relief pertunjukan Lawung : dua orang naik kuda membawa sodor bertarung, diiringi gamelan
d.      Relief Pande Keris atau tukang membuat keris
e.       Relief Upacara Selamatan : beberapa orang berdo’a mohon selamat dalam upacara Islami
Ø      Ruang VII
Di ruangan ini dipamerkan berbagai benda alat upacara, antara lain:
a.       Bokor, Kendi, Beri, Sumbul, Kecohan, dan lain-lain
b.      Perhiasan
Ditengah ruangan ada sebuah payung bersusun tiga untuk upacara khitanan Paku Buwono IV.
Ø      Ruang VIII
Ruang koleksi Tandu, Kremun, untuk memikul Putri Raja atau Penari Srimpi.
Ø      Ruang IX Koleksi Kereta Raja
a.       Kereta Kyai Gruda :
Dari zaman Ingkang Sinuhun Paku Buwono II di Kartosuro tahun 1726, persembahan kompeni VOC
b.      Kereta Kyai Garuda Putra :
Kereta Kerajaan, dipakai pada zaman Paku Buwono VII sampai Paku Buwono X untuk menjemput tamu agung
c.       Kereta Kyai Morosebo 1770
d.      Disebelah selatan dalam lemari kaca terdapat pakaian kusir atau Pengemudi Kereta dan Pakaian Kuda
Ø      Ruang X Kuda untuk berburu
Pada dinding terdapat lukisan Relief :
a.       Relief pertemuan antara Ingkang Sinuhun Paku Buwono VI (1823-1830) dengan Pangeran Diponegoro pada waktu Perang Jawa. Keduanya dilukiskan dengan naik kuda, masing-masing dengan pengawal
b.      Relief pengadilan pada zaman kuno
Ø      Ruang XI
Pada dinding dipamerkan senjata kuno, antara lain : bedil, pistol, pedang, tameng atau perisai, keris, panah dan pelana kuda. Disebelah utara dipertontonkan diorama suatu adegan di masa perang antara Pangeran Diponegoro dengan Kompeni Belanda di Gua Selarong pada tahun 1825-1830.
a.       Pangeran Diponegoro (mengendarai kuda putih)
b.      Kyai Mojo
c.       Sentot Prawirodirdjo
Ø      Ruang XII Tempat Kyai Rojomolo dan lain-lainnya
Di ruang ini terdapat patung kayu Kyai Rojomolo ialah patung kepala raksasa untuk hiasan perahu pada zaman Paku Buwono IV. Ada dua buah patung yang satu tersimpan di Museum Radyapustaka Surakarta. Dipamerkan pula :
a.       Maket Rumah Jawa gaya limasan, gaya kampung dan lain-lain.
b.      Patung-patung kecil dari tanah liat yang menggambarkan aneka warna pakaian abdi dalem (pegawai) Keraton dan Prajurit Keraton.
Ø      Ruang XIII
a.       Keramik dan porselin kuno yang dahulu menjadi perlengkapan rumah tangga  dan dapur.
b.      Alat-alat dapur.
c.       Alat permainan rakyat antara lain dakon, alat untuk mengadu jangkrik, adu kecik, dan adu kemiri.
d.      Alat untuk memasak nasi dalam keperluan perang.

2.1.4       Susunan Raja-Raja Keraton Solo
Ø      Paku Buwono II (dari Kartasuro) pada tahun 1745-1749, putra dari Prabu Hamangkurat atau Hamangkurat Jawa (Hamangkurat IV)
Ø      Paku Buwono III pada tahun 1749-1788, putra dari Paku Buwono II
Ø      Paku Buwono IV pada tahun 1788-1820, putra dari Paku Buwono III
Ø      Paku Buwono V pada tahun 1820-1823, putra dari Paku Buwono IV
Ø      Paku Buwono VI pada tahun 1823-1830, putra dari Paku Buwono V
Ø      Paku Buwono VII pada tahun 1830-1858, putra dari Paku Buwono IV
Ø      Paku Buwono VIII pada tahun 1858-1861, putra dari Paku Buwono IV
Ø      Paku Buwono IX pada tahun 1861-1892, putra dari Paku Buwono VI
Ø      Paku Buwono X pada tahun 1893-1939, putra dari Paku Buwono VI
Ø      Paku Buwono XI pada tahun 1939-1945, putra dari Paku Buwono X
Ø      Paku Buwono XII pada tahun 1945-2004, putra dari Paku Buwono XI
Ø      Paku Buwono XIII (sekarang), putra dari Paku Buwono XII

2.2       Taman Rekreasi Grojogan Sewu Tawangmangu
2.2.1       Sejarah Taman Rekreasi Grojogan Sewu Tawangmangu
Air terjun ini konon dulunya adalah tempat Prabu Baladewa bertapa. Prabu Baladewa adalah tokoh pewayangan yang sangat sakti mandra guna, tanpa ada orang yang sanggup menandinginya. Menjelang perang Bratayudha, Prabu Kresna menyuruh Baladewa bertapa dibawah Grojogan Sewu untuk mencegahnya turun dalam medan pertempuran.
Air terjun yang berhulu di Kali Semin ini memiliki ketinggian 81 meter. Nama Grojogan Sewu sendiri memiliki arti seribu air terjun, namun yang nampak hanyalah satu buah air terjun. Usut punya usut, ternyata nama ini diambil dari bahasa jaw: sewu atau seribu percikan air, meskipun musim kemarau namun air terjun ini tetap mengalir dengan deras. Karena pihak terkait rutin melakukan penanaman pohon dikawasan pegunungan ini setiap tahunnya. Sebuah jembatan kayu dibangun tepat didepan air terjun untuk memudahkan pengunjung menikmati keindahannya. Sebuah tulisan dalam huruf jawa tertulis di jembatan ini, berbunyi kreteg gantung.
Kawasan hutan ini banyak ditumbuhi berbagai jenis pohon hutan dan dihuni oleh sekelompok kera jinak.

2.2.2       Tawangmangu Sebagai Tempat Wisata
Salah satu tempat wisata terbaik di Solo adalah Tawang Mangu, kecamatan kecil di sebelah timur kota Solo ini menawarkan begitu banyak alternatif wisata alam yang mengasyikan. Terletak pada ketinggian 900 meter di atas permukaan laut, tempat ini sudah menjadi objek wisata favorit sejak masa kolonial Belanda. Seiring perkembangan jalan, semakin banyak orang yang membangun villa dan rumah peristirahatan yang dapat anda sewa dengan harga yang terjangkau. Kawasan ini memang cocok sebagai tempat melarikan diri dari rutinitas sehari-hari yang padat dan sejenak menghindari kebisingan kota. Meskipun terletak di lereng gunung, kawasan wisata ini termasuk salah satu yang paling mudah untuk dikunjungi. Angkutan bus umum hampir setiap saat siap mengantar para wisatawan sampai ke terminal utama. Perjalanan darat selama kurang lebih 1,5 jam dari terminal Solo, sudah menjadi daya tarik tersendiri. Pemandangan indah areal persawahan di kiri dan kanan jalan siap menyapa begitu memasuki wilayah Karang Anyar. Jalan raya sempit, menanjak dan berkelok-kelok akan memacu adrenalin dan memberikan sensasi tersendiri. Suasana pagi Tawang Mangu sangat indah dan exotis. Udara dingin khas pegunungan dan kabut dari puncak gunung yang menyelimuti memberikan aura keindahan tersendiri. Berjalan-jalan tampil menikmati indahnya areal persawahan, melihat aktifitas penduduk di pagi hari, ataupun menjelajahi pasar sangat manjur untuk menghilangkan penat dari kesibukan sehari-hari. Tak hanya terkenal dengan keindahan pemandangannya, Tawang Mangu juga populer dengan produksi sayur dan buah-buahan segar. Sawah-sawah yang ditanami sawi, wortel, lobak, strawberi dan aneka hasil bumi lainnya membentang hijau dimana-mana. Anda bisa membeli di pasar dengan harga yang sangat murah, ataupun membeli dari petani yang kebetulan sedang memanen hasil sawahnya. Beberapa fasilitas dari hutan wisata ini adalah Taman Binatang Hutan, kolam renang, tempat istirahat, kios makanan, kios buah-buahan, kios cindera mata, mushola, dan MCK. Rute dari kota Karang Anyar menuju kearah Gunung Lawu melewati jalur Tawang Mangu Sarangan. Lokasi Grojogan Sewu setelah melewati pasar Tawang Mangu dan belok ke kiri di kawasan wisata alam Tawang Mangu.

2.2.3       Tawangmangu Sebagai Wisata Kuliner
Sate Kelinci pengobat asma telah mengitari hutan lindung, pedagang-pedagang makanan maupun minuman siap menjadi tempat pelepas lelah. Rata-rata mereka menggelar tikar ditanah dimana pengunjung bisa duduk santai dan bahkan berbaring sejenak memulihkan tenaga.makanan yang paling terkenal adalah sate kelinci, daging kelinci yang sedikit alot, namun memiliki serat daging yang lembut di padu dengan sambal kacang, irisan cabe dan bawang merah disajikan dengan lontong sangat tepat dimakan sambil menikmati keteduhan hutan dan keindahan Grojogan Sewu. Yang unik adalah seluruh pedagang diwajibkan untuk mematok tarif yang sama untuk seporsi sate, guna menghindari persaingan yang kurang sehat. Menikmati sate kelinci tidaklah sekedar merasakan sensasi lain dari sate. Menurut para ahli, selain rendah kolesterol daging kelinci juga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Daging kelinci mengandung zat yang disebut senyawa kitotefin. Senyawa ini apabila digabungkan dengan senyawa lain seperti omega 3 dan 9 disinyalir bisa untuk menyembuhkan penyakit asma. Berdasarkan pengalaman beberapa orang, daging ini juga berhasiat menurunkan kadar gula bagi para penderita dibetes, sementara otaknya berhasiat sebagai penyubur kandungan wanita. Puas menyantap sate daging kelinci, wisatawan masih harus mendaki 1225 anak tangga lagi untuk keluar dari Taman Wisata Hutan Lindung ini. Jangan khawatir akan kehabisan nafas, karena disepanjang lereng terdapat beberapa buah gardu sebagai tempat untuk sejenak melepas lelah. Bila masih memiliki cukup tenaga, pengunjung bisa meneruskan petualangan dengan menunggangi kuda mengelilingi kompleks wisata Tawang Mangu ini. Jika ingin membeli oleh-oleh, deretan pedagang buah, makanan, bunga, maupun pakaian batik dan aksesoris khas lainnya siap melayani anda. Buah-buahan segar seperti jeruk baby yang manis dan strawberi hasil petikan petani setempat sangat tepat untuk dibawa pulang dan dibagikan kepada kerabat dan keluarga. Taman Wisata Grojogan Sewu sekitar objek wisata banyak terdapat penjual souvenir, seperti tanaman khas pegunungan, kerajinan, pakaian, dan masih banyak lagi lainnya.

2.3       Universitas Gajah Mada (UGM)
2.3.1        Sejarah Universitas Gajah Mada
UGM diresmikan oleh Pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1949. Pada saat pendiriannya, UGM mempunyai 6 fakultas, yaitu:  Fakultas Kedokteran, yang di dalamnya termasuk Bagian Farmasi, Bagian Kedokteran Gigi dan Akademi Pendidikan Guru Bagian Kimia dan Ilmu Hayati.
Fakultas Hukum, yang di dalamnya termasuk Akademi Keahlian Hukum, Keahlian Ekonomi dan Notariat, Akademi Ilmu Politik dan Akademi Pendidikan Guru Bagian Tata Negara, Ekonomi dan Sosiologi. Fakultas Teknik, yang di dalamnya termasuk Akademi Ilmu Ukur dan Akademi Pendidikan Guru Bagian IImuAlam dan Ilmu Pasti. Fakultas Sastra dan Filsafat, yang di dalamnya termasuk Akademi Pendidikan Guru Bagian Sastra. Fakultas Pertanian, yang di dalamnya termasuk Akademi Pertanian dan Kehutanan. Fakultas Kedokteran Hewan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950 (Peraturan Sementara tentang UGM), UGM mempunyai 6 fakultas, yaitu:
Ø      Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi dan Farmasi.
Ø      Fakultas Hukum, Sosial dan Politik.
Ø      Fakultas Teknik.
Ø      Fakultas Sastra, Pedagogik dan Filsafat.
Ø      Fakultas Pertanian.
Ø      Fakultas Kedokteran Hewan.
Pada tahun 1952 Fakultas Hukum, Sosial dan Politik ditambah dengan Bagian Ekonomi, sehingga menjadi Fakultas Hukum, Ekonomi, Sosial dan Politik (HESP). Pada bulan September tahun itu juga, Fakultas Pertanian ditambah dengan Bagian Kehutanan, sehingga Fakultas ini menjadi Fakultas Pertanian dan Kehutanan.
Perubahan-perubahan yang agak besar terjadi sejak bulan September 1955. Selain perubahan nama Universitit menjadi Universitas dan Fakultit menjadi Fakultas, Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi dan Farmasi dipisahkan menjadi Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Gigi dan Fakultas Farmasi. Selain itu, bagian Bakaloreat Biologi Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi dan Farmasi ditingkatkan menjadi Fakultas Biologi. Fakultas Hukum, Ekonomi, Sosial dan Politik dikembangkan menjadi tiga Fakultas, yakni Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, dan Fakultas Sosial dan Politik. Bakaloreat Ilmu Pasti dan. Bakaloreat Ilmu Alam Bagian Sipil Fakultas Teknik dijadikan Fakultas Ilmu Pasti dan Alam. Fakultas Sastra, Pedagogik dan Filsafat berkembang menjadi tiga Fakultas, yaitu Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Fakultas Ilmu Pendidikan, dan Fakultas Filsafat. Fakultas Ilmu Pendidikan mempunyai dua bagian, yaitu Bagian Pendidikan dan Bagian Pendidikan Jasmani. Fakultas Kedokteran Hewan diubah namanya menjadi Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan.
Pada tahun 1983 berdiri tiga fakultas baru, yaitu Fakultas Non-Gelar Ekonomi, Fakultas Non-Gelar Teknologi, dan Fakultas Pascasarjana. Program Pendidikan Non Gelar (S-0), terdiri atas Fakultas Non-Gelar Ekonomi, yang semula bernama Pendidikan Ahli Administrasi Perusahaan (PAAP). Fakultas Non-Gelar Teknologi, yang semula bernama Pendidikan Ahli Teknik (PAT).
Program Pendidikan Sarjana (S-1), terdiri atas 18 fakultas sebagai berikut (disertai tanggal peresmian sebagai Fakultas dalam lingkungan Universitas Gadjah Mada):
1.     Fakultas Hukum    19-09-1949
2.     Fakultas Kedokteran    19-09-1949
3.     Fakultas Kedokteran Hewan    19-09-1949
4.     Fakultas Pertanian    19-09-1949
5.     Fakultas Teknik    19-09-1949
6.     Fakultas Ilmu Budaya    19-09-1950
7.     Fakultas Biologi    19-09-1955
8.     Fakultas Ekonomi    19-09-1955
9.     Fakultas Farmasi    19-09-1955
10.     Fakultas Ilmu Pasti dan Alam    19-09-1955
11.     Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik    19-09-1955
12.     Fakultas Kedokteran Gigi    12-12-1960
13.     Fakultas Kehutanan    17-08-1963
14.     Fakultas Geografi    01-09-1963
15.     Fakultas Teknologi Pertanian    19-09-1963
16.     Fakultas Psikologi    08-01-1965
17.     Fakultas Filsafat    18-08-1965
18.     Fakultas Peternakan    10-11-1969

Pada awal tahun 1992 terjadi penyederhanaan jumlah Fakultas sesuai dengan amanat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0311/0/1991, 0312/O/1991 dan Keputusan Rektor UGM Nomor UGM/2/119/UM/01/37. Untuk itu, Fakultas Pascasarjana diubah menjadi Sekolah Pascasarjana, sedangkan Fakultas Non-Gelar Ekonomi diintegrasikan ke Fakultas Ekonomi; dan Fakultas Non-Gelar Teknologi ke dalam Fakultas Teknik sebagai Program Diploma. Dengan demikian, UGM kembali memiliki 18 Fakultas dan satu Sekolah Pascasarjana.
Pada tahun 2006, sesuai dengan Keputusan Rektor UGM Nomor 89/P/SK/HT/2006, program pendidikan pascasarjana dibedakan menjadi Program Pascasarjana Monodisiplin dan Program Pascasarjana Multidisiplin. Program Pascasarjana Monodisiplin, yang kurikulum intinya berasal dari satu bidang ilmu, diselenggarakan oleh Fakultas, sedangkan Program Pascasarjana Multidisiplin, yang kurikulum intinya berasal dari minimal 3 bidang ilmu, diselenggarakan oleh Sekolah Pascasarjana.
Pada 2010 ini, UGM memiliki 26 Program Diploma, 69 Program Sarjana Reguler (S-1), 21 Program Sarjana Swadaya (S-1), 88 Program Magister Monodisiplin (S-2), 16 Program Magister Multidisiplin (S-2), 23 Program Spesialis I (Sp-1), serta 32 Program Doktor (S-3).

2.3.2        Program Akademik dan Kemahasiswaan di Fakultas Pertanian
Pada masa awal berdirinya Fakultas Pertanian, yaitu sejak 27 September 1946, pelaksanaan kegiatan perkuliahan dilakukan di Klaten dengan menggunakan fasilitas yang sama dengan Perguruan Tinggi Kedokteran di Klaten. Pada saat yang sama didirikan pula Akademi Pertanian di Yogyakarta oleh kementerian yang sama. Letaknya di Bintaran Lor, yang sekarang menjadi Museum Biologi UGM. Pada rentang tahun 1946 sampai 1949 kegiatan perkuliahan tidak berjalan lancar karena suasana perang.
Pada pertengahan tahun 1949, barang-barang penunjang perkuliahan mulai diangkut ke Yogyakarta, mengingat Klaten pada masa itu masih dikuasai oleh NICA. Selanjutnya, didirikanlah Perguruan Tinggi Pertanian oleh Presiden Soekarno pada tanggal 1 November 1949. Perkuliahan diadakan di Kadipaten (Ngasem).
Penggabungan sejumlah perguruan tinggi di Yogyakarta menjadi satu merupakan awal berdirinya Universiteit Negeri Gadjah Mada pada tanggal 19 Desember 1949. Istilah Fakultit Pertanian baru dipakai pada Agustus 1950 dan sebutan Fakultas Pertanian baru diterapkan pada tahun 1956.
Sejak awal, Jurusan Budidaya Pertanian telah menjadi bagian dari Fakultas Pertanian dengan nama "Sectie Bertjotjok Tanam Umum." Tokoh perintis seksi ini antara lain Prof. Ir. Harjono Danoesastro. Perkuliahan dilaksanakan di Bintaran Lor dan di Kadipaten (Mangkubumen). Guru-guru Besar yang memberi kuliah di bidang ini a.l. Prof. Koesnoto Setyodiwirjo, Jagoes, dan Prof. Ir. van de Goor.
Melalui Keputusan Menteri Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan no. 99/1963, sejak tahun 1963 Fakultas Pertanian melepas Bagian Kehutanan menjadi Fakultas Kehutanan dan Jurusan Teknologi Pertanian dan Kultur Teknik menjadi Fakultas Teknologi Pertanian. Semenjak itu, terdapat sepuluh seksi di Fakultas Pertanian yang masing-masing memiliki laboratorium sendiri, dan dibentuk Bagian Perikanan. Tiga di antaranya adalah Seksi Bertjotjok Tanam, Pemuliaan Tanaman, dan Statistika Pertanian, yang pada perkembangannya nanti bergabung menjadi Jurusan Budidaya Pertanian.
Berlakunya sistem Satuan Kredit Semester (SKS) pada 1972 memunculkan sistem multistrata dan terjadi penggabungan seksi-seksi. Ketiga seksi tadi digabung menjadi Departemen Agronomi, dengan dua bagian: Bercocok Tanam dan Seleksi. Program Studi Agronomi (SK Dirjen Dikti 580/Dikti/Kep/1993 tanggal 29 September 1983) pada tingkat S2 dan S3 sebagian besar pengajarnya berasal dari Departemen Agronomi, baik dari Bagian Bercocok Tanam maupun Bagian Seleksi.
Pada tahun 1984, sebutan Departemen Agronomi diubah menjadi Jurusan Budidaya Pertanian, dengan empat program studi: Produksi Tanaman, Ilmu Tanaman, Pemuliaan Tanaman, dan Teknologi Benih. Dua yang pertama kemudian digabung sejak diterapkannya Kurikulum 1994 menjadi Program Studi Agronomi dan dua yang terakhir juga digabung ke dalam Program Studi Pemuliaan Tanaman.
2.3.2.1       Visi Fakultas Pertanian
Menjadi jurusan berbasis penelitian bertaraf Nasional yang terkemuka, berorientasi kepada kepentingan angsa dan berdasarkan Pancasila.

2.3.2.2       Misi Fakultas Pertanian
¨      Menyelenggarakan pendidikan tinggi di bidang budidaya pertanian yang membentuk pribadi manusia yang berkemampuan memahami, menguasai, menerapkan, dan mengembangkan ilmu.
¨      Menghasilkan lulusan di bidang budidaya pertanian yang bermoral, tangguh, berjiwa pemimpin, dan unggul.
¨      Melakukan penelitian di bidang budidaya pertanian yang mendukung pendidikan pertanian dan pengabdian kepada masyarakat serta kemajuan ilmu dan teknologi.
¨      Melakukan pengabdian masyarakat di bidang budidaya pertanian berbasis penelitian.
¨      Menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan, lembaga penelitian, pemerintah, dunia usaha, alumni, dan masyarakat.
¨      Mengembangkan kelembagaan jurusan sejalan dengan perkembangan jaman dan meningkatkan manajemen yang transparan, berkualitas, dan berkelanjutan.

2.3.2.3       Program Studi
¨      Agronomi
Program Studi (PS) Agronomi merupakan gabungan dari tiga program studi yang telah ada sebelum berlakunya Kurikulum 1994, yaitu PS Produksi Tanaman, Hortikultura, dan Ilmu Tanaman. Program Studi ini mendapat akreditasi "A" dari Badan Akreditasi Nasional sehinnga menjadi pembina bagi program studi sejenis di perguruan tinggi lain.
Program Studi Agronomi menawarkan kurikulum untuk mengkaji interaksi faktor genetik dan lingkungan (biotik, abiotik) yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Faktor biotik terdiri atas hama, penyakti, gulma, serta tanaman yang lain; sedangkan faktor abiotik terdiri atas tanah dan iklim. Dengan pemahaman yang memadai tentang berbagai proses yang terjadi, memungkinkan mahasiswa dapat memahami dan menerapkan berbagai teknologi budidaya tanaman.
Kurikulum PS Agronomi mencakup mata kuliah wajib fakultas, mata kuliah wajib jurusan, dan mata kuliah pilihan. Mata kuliah wajib jurusan telah mulai diambil sejak semester tiga. Pada tingkat semester lanjut mata kuliah pilihan diarahkan agar berkaitan dengan topik penelitian yang akan diambil.

~       Lapangan Kerja Lulusan P.S. Agronomi
Lulusan Program Studi Agronomi banyak diserap oleh berbagai instansi, baik pemerintah, swasta, maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Di lembaga pemeritah, lulusan PS Agronomi tersebar di berbagai departemen (tidak sebatas pada Departemen Pertanian maupun Departemen Pendidikan). Di sektor swasta, perkebunan-perkebunan skala besar, menengah maupun kecil selalu siap menampung lulusan program studi tersebut. Selain itu para lulusan PS Agronomi juga dapat bekerja di perusahaan benih, pestisida, pupuk, dan obat-obatan. Tidak sedikit pula peluang bagi para lulusan program studi ini untuk berwiraswasta di bidang pertanian.

¨      Pemuliaan Tanaman
Program studi Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada selalu siap memberikan ilmu dasar yang kuat, interdisipliner, ketrampilan yang memadai dan juga kemampuan penalaran yang kuat dalam menghadapi permasalahan-permasalahan sektor pertanian kini dan yang akan datang. Di samping hard skill, mahasiswa juga dibekali dengan soft skill yang cukup untuk membekali lulusan sehingga lebih diminati oleh pengguna dan bekal berkarir di tempat mereka bekerja.
Kemajuan pertanian suatu negara sangat ditentukan jumlah varietas unggul baru yang diperoleh. Dengan diundangkannya Undang-Undang Perlindungan Varietas di Indonesia maka atmosfer investasi dan penelitian yang mengarah ke pembuatan varietas baru semakin baik. Hal ini membuka peluang berkembangnya perusahaan-perusahaan swasta yang mengusahakan benih yang lebih baik dan disukai konsumen. Hal ini tampak dari munculnya banyak perusahaan swasta baik asing maupun lokal yang bergerak dalam bidang perbenihan terutama varietas hibrida.
Daya kompetisi perusahaan benih sangat tergantung pada kualitas produk yang dihasilkan terutama yang berkaitan dengan kemampuan produksi, kualitas dan ketahanan terhadap hama-penyakit. Varietas unggul tersebut hanya dapat diperoleh dengan melalui proses pemuliaan tanaman. Perusahaan-perusahaan tersebut sangat memerlukan tenaga pemulia yang terampil dan cerdas. Oleh sebab itu program studi pemuliaan tanaman merupakan salah satu program studi yang sangat strategis di bidang pertanian. Di masa yang akan datang, akan lebih banyak lagi pemulia tanaman yang dibutuhkan untuk mempercepat kemajuan teknologi dan perkembangan ekonomi petani Indonesia.
Penelitian yang sedang dilakukan staf pemuliaan antara lain perakitan tomat hibrida unggul, ketahanan tomat terhadap nematoda puru akar, perakitan padi tahan cekaman teki & kekeringan, perakitan kacang tanah tahan kahat Fe, mutasi tanaman tomat, pemuliaan kakao untuk kadar lemak tinggi, pemuliaan tanaman teh berproduksi tinggi dll.
Program Studi Pemuliaan Tanaman mencakup Program Sarjana (S-1) dan Program Pascasarjana (S-2 dan S-3). Khusus pada Program Sarjana, Program Studi Pemuliaan Tanaman mempunyai 2 (dua) konsentrasi studi yaitu Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Perbedaan kedua konsentrasi studi tersebut dapat dilihat pada kurikulum Program Studi Pemuliaan Tanaman.
~       Peluang Kerja Lulusan PS Pemuliaan Tanaman
Para lulusan program studi ini dapat bekerja pada industri benih yang saat ini tengah berkembang di Indonesia. Sektor perkebunan juga banyak membutuhkan para sarjana lulusan Program Studi Pemuliaan Tanaman. Peluang kerja yang besar tersebut dapat dilihat dari banyaknya alumni program studi ini yang telah bekerja di berbagai lembaga penelitian pertanian, perusahaan benih seperti PT Pioneer (produsen benih jagung BISI), PT East West Seed Co. (produsen sayuran Cap Panah Merah), berbagai perkebunan di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Tidak sedikit pula para lulusan program studi ini yang memilih berwiraswasta di bidang pertanian.

2.3.2.4       Laboratorium
¨      Biometrika
¨      Hortikultura
¨      Teknologi Benih
¨      Ekologi Tanaman
¨      Ilmu Tanaman
¨      Budidaya Jaringan

2.4       Taman Pintar Yogyakarta
2.4.1        Sejarah Taman Pintar
Sejak terjadinya ledakan perkembangan sains sekitar tahun 90-an, terutama Teknologi Informasi, pada gilirannya telah menghantarkan peradaban manusia menuju era tanpa batas. Perkembangan sains ini adalah sesuatu yang patut disyukuri dan tentunya menjanjikan kemudahan-kemudahan bagi perbaikan kualitas hidup manusia.
Menghadapi realitas perkembangan dunia semacam itu, dan wujud kepedulian terhadap pendidikan, maka Pemerintah Kota Yogyakarta menggagas sebuah ide untuk Pembangunan "Taman Pintar".  Disebut "Taman Pintar", karena di kawasan ini nantinya para siswa, mulai pra sekolah sampai sekolah menengah bisa dengan leluasa memperdalam pemahaman soal materi-materi pelajaran yang telah diterima di sekolah dan sekaligus berekreasi.
Dengan Target Pembangunan Taman Pintar adalah memperkenalkan science kepada siswa mulai dari dini, harapan lebih luas kreatifitas anak didik terus diasah, sehingga bangsa Indonesia tidak hanya menjadi sasaran eksploitasi pasar teknologi belaka, tetapi juga berusaha untuk dapat menciptakan teknologi sendiri.
Bangunan Taman Pintar ini dibangun di eks kawasan Shopping Center, dengan pertimbangan tetap adanya keterkaitan yang erat antara Taman Pintar dengan fungsi dan kegiatan bangunan yang ada di sekitarnya, seperti Taman Budaya, Benteng Vredeburg, Societiet Militer dan Gedung Agung.
Relokasi area mulai dilakukan pada tahun 2004, dilanjutkan dengan tahapan pembangunan Tahap I adalah Playground dan Gedung PAUD Barat serta PAUD Timur, yang diresmikan dalam  Soft Opening I tanggal 20 Mei 2006 oleh Mendiknas, Bambang Soedibyo.
Pembangunan Tahap II adalah Gedung Oval lantai I dan II serta Gedung Kotak lantai I, yang diresmikan dalam Soft Opening II tanggal 9 Juni 2007 oleh Mendiknas, Bambang Soedibyo dan Menristek, Kusmayanto Kadiman, serta dihadiri oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Pembangunan Tahap III adalah Gedung Kotak lantai II dan III, Tapak Presiden dan Gedung Memorabilia.
Dengan selesainya tahapan pembangunan, Grand Opening Taman Pintar dilaksanakan pada tanggal 16 Desember 2008 yang diresmikan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono.
Taman Pintar ini ditujukan bagi anak-anak Yogya ataupun anak-anak Indonesia agar tumbuh ketertarikan untuk belajar dan kreatif dalam bidang sains dan teknologi. Karena tujuan itulah maka taman ini memilih “Burung Hantu Memakai Belangkon” menjadi maskotnya. Burung hantu dimaknai sebagai burung species malam yang mempunyai kepekaan yang tinggi, mampu mempelajari alam sekitar serta mempu merasakan kejadian alam yang ada disekitarnya, dan Belangkon merupakan khas salah satu identitas Yogyakarta.
Di Taman Pintar ini pengunjung tidak saja hanya melihat berbagai jenis sains yang diperagakan, melainkan mereka juga dapat menikmati, mencoba dan beratraksi. Mereka dapat bermain dengan alat peraga sains yang tersedia sehingga dapat merasakan bagaimana sains itu. Di Indonesia wahana semacam ini diawali dengan berdirinya pusat peragaan (PP) iptek yang berlokasi di Taman Mini Indonesia Indah. Dari sinilah mulai berkembang Science Center yang lainnya di Indonesia selang puluhan tahun kemudian.
Science Center yang disebut Taman Pintar ini dibangun oleh gabungan swasta dan pemerintah Provinsi DI Yogyakarta yang pembangunannya dimulai sejak Mei 2006 dan diresmikannya oleh dua Menteri yakni Menristek Kusmayanto Kadiman dan Mendiknas Bambang Soedibyo pada 9 Juni 2007. Semua peragaan iptek tidak hanya dapat dilihat saja, akan tetapi juga bisa disentuh dan di coba-coba oleh pengunjung. Sehingga Tama Pintar ini akan merangsang rasa ingin tahu, menumbuhkan kesadaran akan pentingnya iptek, memancing dan meningkatkan gairah belajar maa ajaran ilmu-ilmu dasar, seperti matematika, fisika, kimia, dan biologi. Moto Taman Pintar nampak sederhana, yakni tiga_N “Niteni, Nirokake, Nambahi”, sesungguhnya memiliki kedalaman filosofinya Ki Hajar Dewantara. Dalam konteks masa kini, filosofi itu ada konsekwensinya dengan proses transfer teknologi yang megacu pada konsep three_A yaitu “Adopt, Adapt, Advance”. Di sebut Taman Pintar karena dikawasan ini sswa mulai pra sekolah sampai SLTA bisa dengan leluasa memperdalam pemahamannya soal materi pelajaran yang diterima di sekolah dan berekreasi. Pendekatan untuk menyampaikan ilmu pengetahuan eksakta dan teknologi dilakukan melalui berbagai media dengan tujuan meningkatkan apresiasi terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.
Secara garis besar materi isi Tama Pintar terbagi menurut kelompok usia dan penekanan materi. Menurut kelompok usia terbagi atas usia tingkat pra sekolah hingga Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah, sedangkan menurut penekanan materi diwujudkan dalam interaksi antara pengunjung dan materi yang disampaikan melalui anjunan yang ada. Salah satu dari sejumlah pemain yang disediakan di Taman Pintar, adalah pemai air yang memperkenalkan bagaimana terjadinya pelangi. Pemain yang tidak kalah menariknya, adalah parabola Berbisik. Masing-masing anak berdiri didepan parabola yang jaraknya sekitar 15 meter, kemudian mereka berbisik. Nah temannya yang jauh dari parabola itu nanti akan mendengar. Itu namanya Konvort rambatan pantulan gelombang suara, jadi melalui media udara. Disini juga tersedia permainan Pipa Gaung, Konsep Gaung, anak–anak bisa berisi atau bicara dari ujung-ujung pipa. Suara itu bisa merambat melalui pipa bisa dipantulkan sehingga bisa terdengar diujung satunya. Pipanya dipendam, selain itu yang paling banyak disukai anak-anak itu Gendang, Dinding Berdendang, dinding ini menjelaskan kalau luas kecilnya permukaannya itu menentukan tinggi rendahnya nada. Misalnya permukaan kecil berarti nada yang dihasilkan itu kecil. Jadi anak bisa belajar sendiri berbagai pengetahuan yang selama ini mereka peroleh dalam bentuk teori.

2.4.2        Visi, Misi, dan Motto
Visi         : Sebagai wahana ekspresi, apresiasi dan kreasi sains dalam suasana yang menyenangkan
Misi         : Menumbuhkembangkan minat anak dan generasi muda terhadap sains melalui imajinasi, percobaan dan permainan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas
Motto      :  Mencerdaskan dan Menyenangkan

2.4.3        Sarana
Ø      Menyediakan sarana pembelajaran sains bagi siswa yang mendukung kurikulum pendidikan.
Ø      Memotivasi anak dan generasi muda untuk mencintai sains
Ø      Membantu guru dalam mengembangkan pengajaran di bidang sains
Ø      Memberi alternatif wisata sains


2.4.4        Fasilitas-Fasilitas
Ø      Alat Peraga Iptek Interaktif
Ø      Ruang Pameran dan Audiovisual
Ø      Food Court
Ø      Mushola
Ø      Toko Souvenir
Ø      Pusat Informasi

2.4.5        Zona-Zona di Taman Pintar
Ø      Playground
Playground merupakan daerah penyambutan dan permainan serta sebagai ruang publik bagi pengunjung.
Ø      Gedung Heritage
Daerah ini diperuntukan bagi pendidikan anak berusia dini (PAUD), yang terdiri dari anak-anak usia pra sekolah hingga TK.
Ø      Gedung Oval
Zona ini terdiri dari zona pengenalan lingkungan dan Eksibisi dan Ilmu   Pengetahuan, Zona Pemaparan, Sejarah, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Ø      Gedung Kotak
Gedung ini terdiri dari tiga lantai, yakni lantai pertama Sarana Pelengkap Taman Pintar yang mencakup Ruang Pameran, Ruang Audiovisual, Radio Anak Jogja, Food Court, dan Souvenir Conter. Lantai dua zona materi dasar dan penerapan iptek terdiri dari Indonesiaku, Jembatan Sains, Teknologi Populer, Teknologi Canggih dan Perpustakaan, sedangkan lantai tiga terdiri dari Laboratorium Sains, Animasi dan TV, dan Courses Class.



2.5       Pabrik Gula Madukismo
2.5.1        Sejarah Pabrik Gula Madukismo
Pabrik Gula dan Alcohol, spirtus Madukismo ( PG-PS ) adalah satu satunya pabrik Gula dan Alkohol/Spirtus di Propinsi DIY. Yang mengemban tugas untuk mensukseskan program pengadaan pangan Nasional, khususnya gula pasir. Sebagai perusahaan padat karya, perusahaan ini banyak menampung tenaga kerja dari Propinsi DIY.
Pabrik gula dan Alkohol/Spirtus Madukismo terletak di Kalurahan Tirtonimolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Perusahaan ini merupakan bentuk dari Perseroan Terbatas ( PT ), yang berdiri pada tanggal 14 Juni 1955, dan diberi nama PT Madu Baru. Yang kemudian PT Madu Baru ini memiliki dua pabrik yaitu :
Ø      Pabrik Gula ( PG Madukismo )
Ø      Pabrik Alkohol/Spiritus ( PS Madukismo ).
Pada awal berdirinya saham kepemilikikan PT Madu Baru hampir 75% dimiliki oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X, 25% milik pemerintah. Tetapi saat ini hanya 65% milik Sri Sultan Hamengku Buwono X, 35% milik pemerintah (dikuasakan kepada PT Rajawali Nusantara Indonesia, sebuah BUMN milik Departemen Keuangan RI ).
Mengunjungi Pabrik Gula Madukismo, anda akan merasakan nuansa awal era industri. Sebuah bangunan besar berusia tua dengan halaman luas, mesin-mesin kuno serta rel-rel kereta yang menjadi jalan kereta pengangkut tebu akan menyapa dan menguatkan kesan itu. Begitu sampai, anda akan disambut di Gedung Madu Chandya yang terletak tak jauh dari areal pabrik. Anda akan mendapat penjelasan tentang proses pembuatan gula dari tebu dan pembuatan spiritus dari hasil samping produksi gula. Sedikitnya, penjelasan yang diberikan akan membantu anda menikmati proses produksi di dalam pabrik.
Tak perlu merasa bosan karena penjelasan dikemas secara audio visual sehingga menarik untuk disaksikan. Perjalanan menggunakan kereta api tua bisa dinikmati usai mendapat penjelasan tentang proses produksi. Anda bisa merasakan nuansa perjalanan dengan kereta pada masa lampau ketika berada di dalam gerbong yang ditarik oleh lokomotif tua bermesin diesel buatan Jerman. Dengan kereta itu, anda akan diantar dari Madu Chandya menuju areal pabrik melewati rel-rel tua dan perkebunan yang ada di dekat pabrik. Begitu turun dari kereta, anda akan menuju lokasi Pabrik Gula Madukismo.
Jika datang pada bulan Mei - September, anda bisa menyaksikan proses produksi gula secara langsung. Produksi gula melewati tahap pemerahan nira untuk mendapatkan sari gula, pemurnian nira dengan sulfitasi, penguapan nira, kristalisasi, puteran gula, dan pengemasan. Sambil mencermati proses produksinya, anda juga bisa melihat mesin-mesin tua yang menjadi alat produksi di pabrik ini. Keluar dari lokasi produksi gula, anda akan menuju Pabrik Spiritus Madukismo yang terletak di sebelah barat pabrik gula. Di pabrik yang berdiri di pada tahun yang sama dengan pabrik gula ini, anda juga bisa melihat seluruh proses produksi spiritus yang meliputi tahap pengenceran bahan baku, peragian atau fermentasi dan penyulingan. Spiritus dan produk alkohol lainnya yang dihasilkan oleh pabrik ini diolah dari tetes tebu, hasil samping produksi gula.

2.5.2       Proses Produksi Pabrik Gula Madukismo
2.5.2.1       Produksi Utama (dari PG. Madukismo)
Gula pasir kwalitas SHS IA (Superior Hend Sugar) atau GKP (Gula Kristal Putih). Mutu produksi dipantau oleh P3GI pasuruan (Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia)

2.5.2.2       Produksi Samping (dari PS. Madukismo)
¨      Alcohol Murni (kadar 95%)
¨      Spirtus bakar (kadar 94%)
Mutu dipantau oleh Balai Penelitian kimia Departemen Perindustrian.
2.5.2.3       Hasil Produksi rata-rata pertahun :
¨      Pabrik Gula
~       Bahan baku tebu ± 350.000 - 4.000.000 per tahun
~       Hasil gula SHS 1 A : 25.000 – 35.000 ton per tahun
~       Randemen antara 7,05 – 8,5 %
~       Bahan Pembantu : batu gamping dan belerang
¨      Pabrik Spirtus
~       Bahan baku tetes dari PG. madukismo ± 25.000 ton pertahun
~       Hasil alcohol 7,5 – 8 juta liter per tahun
~       Dipasarkan sebagai alcohol murni dan spirtus baker
~       Bahan pembantu pupuk Urea,NPK,Asam Sulfat
2.5.2.4       Masa Produksi
Sekitar 5 sampai 6 bulan per tahun (24 jam/ hari). Terus menerus antara bulan mei s/d oktober. Selain bulan tersebut digunakan untuk pemeliharaan mesin-mesin pabrik (servis, revisi, perbaikan, penggantian dan lain-lain).

2.5.3       Teknik Pemasaran
Distribusi Gula untuk tahun 1998 s/d sekarang gula PT Madukismo dijual bebas, Gula milik Madukismo dijual sendiri oleh PT Madukismo.
Gudang gula di PT Madukismo ada 2 buah :
Ø      Gudang gula A dengan kapasitas 150.000 ku
Ø      Gudang gula B dengan kapasitas 50.000 ku

2.5.4       Limbah Industri
PT Madukismo telah menyusun dokumen AMDAL nya dan telah mendapatkan persetujuan dari Departemen pembinannya sebagai berikut:
Ø      PT Madukismo : KA-SEL, SEL, RKL, dan RPL
Ø      Disetujui oleh : Dept. Pertanian RI
2.3.1              Limbah Padat
¨      Pasir atau Lumpur
Kotoran yang terbawa oleh nira mentah, dipisahkan dengan Dorrclone, dimanfaatkan untuk urug lahan, atas permintaan masyarakat.
¨      Abu Ketel Uap
Sisa pembakaran si Stasiun Ketel Uap ditampung dengan lori jading dan dimanfaatkan juga untuk urug lahan.
¨      Debu atau Langes dari Ketel Uap
Debu atau langes yang terbawa keluar lewat cerobong asap, ditangkap dengan alat penangkap debu (Dust Collector) dan ditampun dalam lori jading.
¨      Blothong
Endapan kotoran nira tebu yang terjadi di Stasiun Pemurnian. Nira dipisahkan dengan alat Rotary vacuum Filter, dimanfaatkan untuk pupuk tanaman lain. Bisa juga dimanfaatkan untuk bahan baku. Jumlahnya cukup banyak sekitar 100 ton/hari.
2.3.2              Limbah Cair
¨      Bocoran minyak pelumas
¨      Berasal dari pelumas mesin-mesin di Stasiun gilingan dan pelumas yang terbawa pada air cucian kendaraan garasi Pabrik Bocoran minyak pelumas ini dipisahkan dari air limbah didalam bak penangkap minyak, kemudian ditampung dalam durm-durm untuk dimanfaatkan lagi.
¨      Vinase (Slop)
Berasal dari sisa penyulingan alcohol di Stasiun Sulingan PS. Madukismo, jumlahnya cukup besar, sekitar 20m³=100ºpH 4-, warnanya coklat hitam.
Sebelum dibuang ke sungai, diolah terlebih dahulu di Unit Pengolahan Limbah Cair (UPLC) yang ada, dengan menggunakan sistem atau biologis. Operasionalnya masihg perlu disempurnakan lagi secara bertahap, agar hasilnya memenuhi baku mutu limbah cair yang ditentukan.
Campuran limbah cair dari Pg (ex cucian alat-alat produksi dan pendingin mesin) dan limbah PS banyak dimanfaatkan untuk air irigasi oleh petani sekitar pabrik, karena mengandung unsur N, P dan K yang diperlukan tanaman untuk pupuk.
¨      Limbah Soda
Berasal dari cucian Pan-Pan penguapan di Pg. yang kandungan COD dan BOD nya cukup tinggi. Jumlahnya relative sedikit, pengolahannya diikutkan di UPLC yang ada.
2.3.3              Gangguan Lingkungan yang lain
¨      Suara Bising
Berasal dari bocoran uap yang berlebih di Stasiun Ketel Upa, untuk meredam suara tersebut, saat ini sudah dilengkapi dengan “Silencer” (alat peredam suara) disetiap ketel uap.
¨      Limbah Gas
Bau belerang dan bau busuk yang lain, ditanggulangi pada alat-alat terkait (Inhaise keeping).

2.6       Candi Prambanan
2.6.1       Sejarah Candi Prambanan
Kata candi" mengacu pada berbagai macam bentuk dan fungsi bangunan, antara lain empat beribadah, pusat pengajaran agama, tempat menyimpan abu jenazah para raja, tempat pemujaan atau tempat bersemayam dewa, petirtaan (pemandian) dan gapura. Walaupun fungsinya bermacam-macam, secara umum fungsi candi tidak dapat dilepaskan dari kegiatan keagamaan, khususnya agama Hindu dan Buddha, pada masa yang lalu. Oleh karena itu, sejarah pembangunan candi sangat erat kaitannya dengan sejarah kerajaan-kerajaan dan perkembangan agama Hindu dan Buddha di Indonesia, sejak abad ke-5 sampai dengan abad ke-14.
Karena ajaran Hindu dan Buddha berasal dari negara India, maka bangunan candi banyak mendapat pengaruh India dalam berbagai aspeknya, seperti: teknik bangunan, gaya arsitektur, hiasan, dan sebagainya. Walaupun demikian, pengaruh kebudayaan dan kondisi alam setempat sangat kuat, sehingga arsitektur candi Indonesia mempunyai karakter tersendiri, baik dalam penggunaan bahan, teknik kontruksi maupun corak dekorasinya. Dinding candi biasanya diberi hiasan berupa relief yang mengandung ajaran atau cerita tertentu.
Dalam kitab Manasara disebutkan bahwa bentuk candi merupakan pengetahuan dasar seni bangunan gapura, yaitu bangunan yang berada pada jalan masuk ke atau keluar dari suatu tempat, lahan, atau wilayah. Gapura sendiri bisa berfungsi sebagai petunjuk batas wilayah atau sebagai pintu keluar masuk yang terletak pada dinding pembatas sebuah komplek bangunan tertentu. Gapura mempunyai fungsi penting dalam sebuah kompleks bangunan, sehingga gapura juga nencerminkan keagungan dari bangunan yang dibatasinya. Perbedaan kedua bangunan tersebut terletak pada ruangannya. Candi mempunyai ruangan yang tertutup, sedangkan ruangan dalam gapura merupakan lorong yang berfungsi sebagai jalan keluar-masuk.
Beberapa kitab keagamaan di India, misalnya Manasara dan Sipa Prakasa, memuat aturan pembuatan gapura yang dipegang teguh oleh para seniman bangunan di India. Para seniman pada masa itu percaya bahwa ketentuan yang tercantum dalam kitab-kitab keagamaan bersifat suci dan magis. Mereka yakin bahwa pembuatan bangunan yang benar dan indah mempunyai arti tersendiri bagi pembuatnya dan penguasa yang memerintahkan membangun. Bangunan yang dibuat secara benar dan indah akan mendatangkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi masyarakat. Keyakinan tersebut membuat para seniman yang akan membuat gapura melakukan persiapan dan perencanaan yang matang, baik yang bersifat keagamaan maupun teknis.
Salah satu bagian terpenting dalam perencanaan teknis adalah pembuatan sketsa yang benar, karena dengan sketsa yang benar akan dihasilkan bangunan seperti yang diharapkan sang seniman. Pembuatan sketsa bangunan harus didasarkan pada aturan dan persyaratan tertentu, berkaitan dengan bentuk, ukuran, maupun tata letaknya. Apabila dalam pembuatan bangunan terjadi penyimpangan dari ketentuan-ketentuan dalam kitab keagamaan akan berakibat kesengsaraan besar bagi pembuatnya dan masyarakat di sekitarnya. Hal itu berarti bahwa ketentuan-ketentuan dalam kitab keagamaan tidak dapat diubah dengan semaunya. Namun, suatu kebudayaan, termasuk seni bangunan, tidak dapat lepas dari pengaruh keadaan alam dan budaya setempat, serta pengaruh waktu. Di samping itu, setiap seniman mempunyai imajinasi dan kreatifitas yang berbeda.
Sampai saat ini candi masih banyak didapati di berbagai wilayah Indonesia, terutama di Sumatra, Jawa, dan Bali. Walaupun sebagian besar di antaranya tinggal reruntuhan, namun tidak sedikit yang masih utuh dan bahkan masih digunakan untuk melaksanakan upacara keagamaan. Sebagai hasil budaya manusia, keindahan dan keanggunan bangunan candi memberikan gambaran mengenai kebesaran kerajaan-kerajaan pada masa lampau.
Candi-candi Hindu di Indonesia umumnya dibangun oleh para raja pada masa hidupnya. Arca dewa, seperti Dewa Wishnu, Dewa Brahma, Dewi Tara, Dewi Durga, yang ditempatkan dalam candi banyak yang dibuat sebagai perwujudan leluhurnya. Bahkan kadang-kadang sejarah raja yang bersangkutan dicantumkan dalam prasasti persembahan candi tersebut. Berbeda dengan candi-candi Hindu, candi-candi Buddha umumnya dibangun sebagai bentuk pengabdian kepada agama dan untuk mendapatkan ganjaran. Ajaran Buddha yang tercermin pada candi-candi di Jawa Tengah adalah Buddha Mahayana, yang masih dianut oleh umat Buddha di Indonesia sampai saat ini. Berbeda dengan aliran Buddha Hinayana yang dianut di Myanmar dan Thailand.
Dalam situs web ini, deskripsi mengenai candi di Indonesia dikelompokkan ke dalam: candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta, candi di Jawa Timur candi di Bali dan candi di Sumatra. Walaupun pada masa sekarang Jawa Tengah dan Yogyakarta merupakan dua provinsi yang berbeda, namun dalam sejarahnya kedua wilayah tersebut dapat dikatakan berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram Hindu, yang sangat besar peranannya dalam pembangunan candi di kedua provinsi tersebut. Pengelompokan candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta berdasarkan wilayah administratifnya saat ini sulit dilakukan, namun, berdasarkan ciri-cirinya, candi-candi tersebut dapat dikelompokkan dalam candi-candi di wilayah utara dan candi-candi di wilayah selatan.
Candi-candi yang terletak di wilayah utara, yang umumnya dibangun oleh Wangsa Sanjaya, merupakan candi Hindu dengan bentuk bangunan yang sederhana, batur tanpa hiasan, dan dibangun dalam kelompok namun masing-masing berdiri sendiri serta tidak beraturan beraturan letaknya. Yang termasuk dalam kelompok ini, di antaranya: Candi Dieng dan Candi Gedongsanga. Candi di wilayah selatan, yang umumnya dibangun oleh Wangsa Syailendra, merupakan candi Buddha dengan bentuk bangunan yang indah dan sarat dengan hiasan. Candi di wilayah utara ini umumnya dibangun dalam kelompok dengan pola yang sama, yaitu candi induk yang terletak di tengah dikelilingi oleh barisan candi perwara. Yang termasuk dalam kelompok ini, di antaranya: Candi Prambanan, Candi Mendut, Candi Kalasan, Candi Sewu, dan Candi Borobudur.
Candi-candi di Jawa Timur umumnya usianya lebih muda dibandingkan yang terdapat di Jawa Tengah dan Yogyakarta, karena pembangunannya dilakukan di bawah pemerintahan kerajaan-kerajaan penerus kerajaan Mataram Hindu, seperti Kerajaan Kahuripan, Singasari, Kediri dan Majapahit. Bahan dasar, gaya bangunan, corak dan isi cerita relief candi-candi di Jawa Timur sangat beragam, tergantung pada masa pembangunannya. Misalnya, candi-candi yang dibangun pada masa Kerajaan Singasari umumnya dibuat dari batu andesit dan diwarnai oleh ajaran Tantrayana (Hindu-Buddha), sedangkan yang dibangun pada masa Kerajaan Majapahit umumnya dibuat dari bata merah dan lebih diwarnai oleh ajaran Buddha.
Candi-candi di Bali umumnya merupakan candi Hindu dan sebagian besar masih digunakan untuk pelaksanaan upacara keagamaan hingga saat ini. Di Pulau Sumatra terdapat 2 candi Buddha yang masih dapat ditemui, yaitu Candi Portibi di Provinsi Sumatra Utara dan Candi Muara Takus di Provinsi Riau.
Sebagian candi di Indonesia ditemukan dan dipugar pada awal abad ke-20. Pada tanggal 14 Juni 1913, pemerintah kolonial Belanda membentuk badan kepurbakalaan yang dinamakan Oudheidkundige Dienst (biasa disingkat OD), sehingga penanganan atas candi-candi di Indonesia menjadi lebih intensif. Situs web ini direncanakan akan memuat deskripsi seluruh candi yang ada di Indonesia, namun saat ini belum semua candi dapat terliput.

2.6.2       Pengembangan Candi Prambanan Sebagai Kawasan Wisata
Sejarah terus berubah seiring dengan makin tuanya usia bumi, begitu pula dengan perkembangan kebudayaan yang makin lama makin tergeser, kebudayaan dan kepercayaan yang telah ada terlebih dahulu tergeser dengan kebudayaan dan kepercayaan baru.
Pesatnya perkembangan pengaruh Islam dari Gujarat, India yang masuk ke Indonesia lewat pesisir Jawa, juga berpengaruh terhadap runtuhnya Kerajaan Hindu Majapahit, akhirnya kebudayaan ini terus bergeser ke arah timur. Hal ini yang juga mengakibatkan peninggalan-peninggalan Kerajaan-kerajaan Hindu seperti candi-candi mulai ditinggalkan fungsinya sebagai sarana spiritual dan peribadatan.
Memasuki abad modern sejak abad ke-19, peninggalan dari zaman klasik dari abad IV, sebagian besar peninggalan candi-candi kecil yang terkubur di dalam tanah akibat bencana meletusnya Gunung Merapi, mulai kembali ditemukan oleh ahli-ahli arkeologi. Penemuan-penemuan yang diawali dengan ditemukannya dua candi terbesar di Jawa yakni Candi Prambanan dan Candi Borobudur.
Sejalan dengan perkembangan dunia pariwisata akhirnya dua candi besar -- Candi Borobudur dan Prambanan -- serta Keraton Ratu Boko oleh pemerintah dijadikan objek wisata andalan DIY dan Jawa Tengah yang pengelolaannya diserahkan kepada pihak swasta yakni PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko. Tetapi, perubahan fungsi ini tidak secara keseluruhan. Umat Hindu khususnya yang berada di DIY dan Jawa Tengah masih memandang Candi Prambanan dan kompleks Keraton Ratu Boko sebagai tempat suci umat Hindu dan juga sebagai peninggalan terpenting umat Hindu di Jawa. Walaupun tidak setiap saat umat Hindu di DIY dan Jawa Tengah dapat melalukan persembahyangan di Candi Prambanan, acara ritual dalam kaitan hari besar agama Hindu rutin setiap tahun diadakan di Candi Prambanan dan Keraton Ratu Boko. Misalnya upacara Tawur Agung atau Marisudha Bumi untuk menyambut hari raya Nyepi.
Biasanya ribuan umat Hindu yang tesebar di DIY dan Jawa Tengah hadir pada upacara di Candi Prambanan dan Keraton Ratu Boko ini untuk melakukan persembahyangan. Pada hari ini biasanya juga pihak pengelola PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko sengaja tidak memungut bayaran tiket tanda masuk, pada hari ini pula Candi Prambanan dan Keraton Ratu Boko sengaja diprioritaskan untuk upacara Marisudha Bumi dan acara-acara kepariwisataan ditiadakan. Biasanya upacara dimulai di Keraton Ratu Boko untuk selanjutnya dikirab menuju Candi Prambanan dan puncak acara Tawur Agung ini dipusatkan di Candi Prambanan.
Candi-candi kecil tersebar di wilayah Yogyakarta. Pergeseran nilai-nilai kepercayaan dan praktik spiritual juga sering dijumpai dalam bentuk semedi atau tirakatan oleh masyarakat Jawa sekarang yang dilakukan di candi-candi kecil. Kebanyakan dari situs-situs atau candi-candi kecil tersebut kondisinya sangat memprihatinkan dan kurang terurus. Terlebih lagi apabila disertai legenda yang berkembang di masyarakat. Mungkin ini yang menyebabkan candi yang sudah cukup tua usianya kelihatan angker dan mistis, sehingga cocok menjadi tempat untuk bersemedi atau bertirakat. Misalnya Candi Abang di Kecamatan Berbah, Piyungan, Yogyakarta. Menurut cerita yang berkembang, tempat ini dihuni makhluk halus bernama Kiai Jagal yang berbadan besar tetapi kerap kali menolong warga.
Ada juga Goa Sentono yang di dalamnya terdapat situs berbentuk lingga dan yoni yang menurut cerita dihuni oleh makhluk halus berwujud wanita cantik. Tempat ini sering kali didatangi orang-orang yang ingin bertirakat untuk mendaptkan pengasihan atau kekayaan. Cerita mistis juga berkembang di sekitar keberadaan situs Payak, sebuah permandian yang dipercaya sebagai tempat mandi Dewa Siwa. Di tempat ini menurut juru kunci di sana, tempat tinggal Dewa Ciwa yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Hal ini pernah terbukti kebenarannya, setelah ada orang sakit keras dan melakukan tirakat di tempat tersebut, setelah beberapa lama orang tersebut sembuh. Cerita-cerita semacam ini banyak sekali dijumpai pada masyarakat di sekitar candi-candi yang tersebar di Yogyakarta.

2.6.3       Budaya Candi Prambanan
Terletak 13 Km dari kota Klaten, menuju barat pada jalur jalan ke Yogyakarta dan 17 Km dari Yogya menuju timur pada jalur jalan ke kota Klaten/Surakarta, Candi Prambanan atau Candi Rara Jonggrang adalah candi Hindu terbesar di Jawa Tengah. Secara administratif kompleks candi ini berada di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Masyarakat menyebut candi ini dengan nama candi Larajonggrang, suatu sebutan yang sebenarnya keliru. Rara dalam bahasa Jawa untuk menyebut anak gadis. Dalam cerita rakyat, Rara Jonggrang dikenal sebagai putri Prabhu Ratubaka yang namanya diabadikan sebagai nama peninggalan kompleks bangunan di perbukitan Saragedug sebelah selatan Candi Prambanan.
Dikisahkan dalam cerita tersebut ada seorang raksasa bernama Bandung Bandawasa yang memiliki kekuatan supranatural. Dia ingin mempersunting putri Rara Jonggrang. Untuk itu dia harus membuat candi dengan seribu arca didalamnya dalam waktu satu malam. Permintaan tersebut dipenuhi oleh Bandung Bandawasa, namun Rara Jonggrang curang sehingga pada saat yang ditentukan candi itu belum selesai, kurang sebuah arca lagi. Bandung Bandawasa marah dan mengutuk putri Rara Jonggrang menjadi pelengkap arca yang keseribu. Arca tersebut dipercayai sebagai arca Durgamahisasuramardhini yang berada di bilik utara Candi Siwa.
Kompleks Candi Prambanan mempunyai 3 halaman, yaitu halaman pertama berdenah bujur sangkar, merupakan halaman paling suci karena halaman tersebut terdapat 3 candi utama (Siwa, Wisnu, Brahma), 3 candi perwara, 2 candi apit, 4 candi kelir, 4 candi sudut/patok. Halaman kedua juga berdenah bujur sangkar, letaknya lebih rendah dari halaman pertama. Pada halaman ini terdapat 224 buah candi perwara yang disusun atas 4 deret dengan perbandingan jumlah 68, 60, 52, dan 44 candi. Susunan demikian membentuk susunan yang konsentris menuju halaman pusat.
Seni hias yang sangat menarik di kompleks Candi Prambanan ini adalah hiasan-hiasan yang berupa relief arca dewa Lokapala (8 dewa penjaga arah mata angin) yang dipahatkan pada dinding luar kaki Candi. Disamping itu, juga terdapat relief cerita Ramayanadan Kresnayana. Relief Ramayana dipahatkan pada dinding dalam pagar langkan Candi Siwa di candi Brahma. Relief Kresnayana dipahatkan pada dinding dalam pagar langkan Candi Wisnu. Selain relief arca Dewa Lokapala, relief Ramayana, dan Kresnayana, seni hias di kompleks Candi Prambanan yang menonjol adalah hiasan yang lazim disebut motif prambanan, yaitu suatu hiasan pada batur candi yang berupa seekor singa yang dalam posisi duduk diapit oleh pohon kalpataru (pohon hayati/pohon kehidupan). Hiasan semacam ini hanya terdapat di candi Prambanan sehingga disebut dengan motif candi prambanan. Hiasan-hiasan lainnya yang banyak menghiasi dinding luar batur candi adalah pohon kalpataru yang diapit sepasang mahluk kayangan yang lazim disebut kinara-kinari (= mahluk berkepala manusia berbadan burung). Di sekitar candi Prambanan dapat dikunjungi pula beberapa candi Budha seperti candi Sajiwan, candi Lumbung, candi Sewu dan candi Plaosan. Selama bulan Mei sampai Oktober pada saat bulan purnama di plataran terbuka candi Prambanan diadakan Sendratari Ramayana yang dimulai pada pukul 19.00 - 21.00 wib.
Hal ini mengejutkan para arkeolog karena lingga-yoni tak lazim berada di candi perwara, melainkan hanya terdapat di candi induk. "Hal seperti ini belum pernah ditemukan di candi-candi lain," kata Budi Sancoyo, salah satu arkeolog BP3 Yogyakarta yang bertugas dalam ekskavasi tersebut.
Lingga-yoni di candi perwara berukuran 4 x 6 meter itu berdiri sejajar dengan dua buah lapik (batu sesembahan), arca nandi (sapi), dan sebuah sumur batu berukuran 80 x 80 cm dengan kedalaman sementara 40 cm yang ditemukan sebelumnya.
Sumur itu sendiri juga menjadi keunikan karena tidak lazim ditemukan dalam candi dan belum diketahui fungsinya. Adapun lingga-yoni sebelumnya telah ditemukan bersama arca Ganesha dalam candi induk yang berukuran 6 x 6 meter.
"Kami belum bisa menyimpulkan arti temuan lingga-yoni dan sumur yang ada di candi perwara ini karena harus menggali referensi-referensi lain," kata Budi.
Sebelumnya, Candi Kimpulan juga dinyatakan unik karena struktur bangunannya yang merupakan kombinasi batu dan kayu. Arca yang ditemukan juga memiliki desain yang berbeda dengan desain-desain Ganesha di candi lain.



2.6.4       Proyek 1000 Candi
Sebutan proyek 1000 candi sering kami gunakan untuk menyebut tugas dadakan yang sering diberikan dari pimpinan di kantor. Maklum tim kerja kami selalu menjadi harapan terakhir setiap ada hal yang tidak jelas, tidak tahu harus diapakan dan harus selesai segera.
Cerita 1000 candi pasti sudah didengar oleh orang Indonesia di seantero negeri. Adalah Bandung Bondowoso dan Loro Jonggrang yang menjadi tokoh utama dalam kisah itu.
Loro Jonggrang adalah putri Prabu Boko Raja jahat yang mati dibunuh Bandung Bondowoso- yang memberi syarat kepada Bandung Bondowoso untuk membangun 1000 candi dalam satu malam jika ingin menikah dengan dirinya. Bandung Bondowoso lantas mengerahkan pasukan jin untuk membantunya.
Menjelang matahari terbit, Bandung Bondowoso nyaris berhasil menyelesaikan tugasnya. Khawatir akan keberhasilan Bandung, dan tidak ikhlas menikah dengan orang yang membunuh ayahnya, maka Loro Jonggrang meminta bantuan wanita di desa untuk memukul penumbuk padi. Tujuannya supaya ayam jago berkokok dan mengakhiri kepanikan itu dengan kekalahan Bandung.
999 jumlah candi yang berhasil dibuatnya. Mengetahui kecurangan Loro Jonggrang , Bandung pun murka dan mengutuknya menjadi arca candi ke seribu. Tak hanya itu, para wanita di desa itu juga dikutuk menjadi perawan tua. Kisah itu yang menjadi legenda 1000 candi di kompleks Prambanan.

2.6.5       Misteri Candi Prambanan
Candi Prambanan adalah bangunan luar biasa cantik yang dibangun di abad ke-10 pada masa pemerintahan dua raja, Rakai Pikatan dan Rakai Balitung. Menjulang setinggi 47 meter (5 meter lebih tinggi dari Candi Borobudur), berdirinya candi ini telah memenuhi keinginan pembuatnya, menunjukkan kejayaan Hindu di tanah Jawa. Candi ini terletak 17 kilometer dari pusat kota Yogyakarta, di tengah area yang kini dibangun taman indah.
Ada sebuah legenda yang selalu diceritakan masyarakat Jawa tentang candi ini. Alkisah, lelaki bernama Bandung Bondowoso mencintai Roro Jonggrang. Karena tak mencintai, Jonggrang meminta Bondowoso membuat candi dengan 1000 arca dalam semalam.
Permintaan itu hampir terpenuhi sebelum Jonggrang meminta warga desa menumbuk padi dan membuat api besar agar terbentuk suasana seperti pagi hari. Bondowoso yang baru dapat membuat 999 arca kemudian mengutuk Jonggrang menjadi arca yang ke-1000 karena merasa dicurangi.
Candi Prambanan memiliki 3 candi utama di halaman utama, yaitu Candi Wisnu, Brahma, dan Siwa. Ketiga candi tersebut adalah lambang Trimurti dalam kepercayaan Hindu. Ketiga candi itu menghadap ke timur. Setiap candi utama memiliki satu candi pendamping yang menghadap ke barat, yaitu Nandini untuk Siwa, Angsa untuk Brahma, dan Garuda untuk Wisnu. Selain itu, masih terdapat 2 candi apit, 4 candi kelir, dan 4 candi sudut. Sementara, halaman kedua memiliki 224 candi.
Memasuki candi Siwa yang terletak di tengah dan bangunannya paling tinggi, anda akan menemui 4 buah ruangan. Satu ruangan utama berisi arca Siwa, sementara 3 ruangan yang lain masing-masing berisi arca Durga (istri Siwa), Agastya (guru Siwa), dan Ganesha (putra Siwa). Arca Durga itulah yang disebut-sebut sebagai arca Roro Jonggrang dalam legenda yang diceritakan di atas.
Di Candi Wisnu yang terletak di sebelah utara candi Siwa, anda hanya akan menjumpai satu ruangan yang berisi arca Wisnu. Demikian juga Candi Brahma yang terletak di sebelah selatan Candi Siwa, anda juga hanya akan menemukan satu ruangan berisi arca Brahma.
Candi pendamping yang cukup memikat adalah Candi Garuda yang terletak di dekat Candi Wisnu. Candi ini menyimpan kisah tentang sosok manusia setengah burung yang bernama Garuda. Garuda merupakan burung mistik dalam mitologi Hindu yang bertubuh emas, berwajah putih, bersayap merah, berparuh dan bersayap mirip elang. Diperkirakan, sosok itu adalah adaptasi Hindu atas sosok Bennu (berarti ‘terbit’ atau ‘bersinar’, biasa diasosiasikan dengan Dewa Re) dalam mitologi Mesir Kuno atau Phoenix dalam mitologi Yunani Kuno. Garuda bisa menyelamatkan ibunya dari kutukan Aruna (kakak Garuda yang terlahir cacat) dengan mencuri Tirta Amerta (air suci para dewa).
Kemampuan menyelamatkan itu yang dikagumi oleh banyak orang sampai sekarang dan digunakan untuk berbagai kepentingan. Indonesia menggunakannya untuk lambang negara. Konon, pencipta lambang Garuda Pancasila mencari inspirasi di candi ini. Negara lain yang juga menggunakannya untuk lambang negara adalah Thailand, dengan alasan sama tapi adaptasi bentuk dan kenampakan yang berbeda. Di Thailand, Garuda dikenal dengan istilah Krut atau Pha Krut.
Prambanan juga memiliki relief candi yang memuat kisah Ramayana. Menurut para ahli, relief itu mirip dengan cerita Ramayana yang diturunkan lewat tradisi lisan. Relief lain yang menarik adalah pohon Kalpataru yang dalam agama Hindu dianggap sebagai pohon kehidupan, kelestarian dan keserasian lingkungan. Di Prambanan, relief pohon Kalpataru digambarkan tengah mengapit singa. Keberadaan pohon ini membuat para ahli menganggap bahwa masyarakat abad ke-9 memiliki kearifan dalam mengelola lingkungannya.
Sama seperti sosok Garuda, Kalpataru kini juga digunakan untuk berbagai kepentingan. Di Indonesia, Kalpataru menjadi lambang Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Bahkan, beberapa ilmuwan di Bali mengembangkan konsep Tri Hita Karana untuk pelestarian lingkungan dengan melihat relief Kalpataru di candi ini. Pohon kehidupan itu juga dapat ditemukan pada gunungan yang digunakan untuk membuka kesenian wayang. Sebuah bukti bahwa relief yang ada di Prambanan telah mendunia.
Kalau cermat, anda juga bisa melihat berbagai relief burung, kali ini burung yang nyata. Relief-relief burung di Candi Prambanan begitu natural sehingga para biolog bahkan dapat mengidentifikasinya sampai tingkat genus. Salah satunya relief Kakatua Jambul Kuning (Cacatua sulphurea) yang mengundang pertanyaan. Sebabnya, burung itu sebenarnya hanya terdapat di Pulau Masakambing, sebuah pulau di tengah Laut Jawa. Lalu, apakah jenis itu dulu pernah banyak terdapat di Yogyakarta? Jawabannya silakan cari tahu sendiri. Sebab, hingga kini belum ada satu orang pun yang bisa memecahkan misteri itu.

2.6.6       Deskripsi Bangunan Candi Prambanan
Komplek percandian Prambanan terdiri dari atas latar bawah (390 m2 ), latar tengah (222 m2 ), dan latar atas/pusat ( 110 m2). Latar bawah tak berisi apapun. Didalam latar tengah terdapat reruntuhan candi-candi perwara.Apabila seluruhnya telah selesai di pugar, maka aka nada 224 buah candi yang ukurannya semua sama yaitu luas dasar 6 m2 dan tingginya 17 m. Latar pusat adalah latar terpenting, di atasnya berdiri 16 buah candi besar dan kecil. Candi-candi utama terdiri atas dua deret yang saling berhadapan. Deret pertama yaitu candi wisnu, candi siwa dan candi Brahma.Deret kedua yaitu candi Nandi, candi Angsa, dan candi Garuda.Pada ujung-ujung lorong yang memisahkan kedua candi tersebut terdapat pada candi apit. Delapan candi lainnya Empat di antaranya candi kelir dan empat candi lainnya disebut candi sudut. Secara keaeluruhan candi ini terdiri atas 240 buah candi.


2.6.7       Candi-Candi Lain di Sekitar Prambanan
Ø      Candi Lumbung, Bubrah dan Sewu
Ketiga candi Budha ini tinggal reruntuhan kecuali candi sewu yang masih bias dinikmati keindahannya.Semuannya terletak dalam komplek Taman Candi Prambanan.
Ø      Candi Plaosan
Letaknya kurang lebih 1 km kearah timur dari candi sewu. Candi nini di bangun pada pertengahan abad 9 M oleh Rakai Pikatn sebagai hadiiah kepada permaisurinya. Kelompok Candi Plaosan Lor (Utara) terdiri atas dua candi Induk, 58 Perwara dan 126 buah stupa. Kelomaok candi Plaosan Kidul ( Selatan ) hanya berupa sebuah candi. Halaman candi induk terbagi 2 yang masing-masing diatasnya berdiri sebuah biara bertingkat dua. Tingkat atas untuk tempat tinggal para pendeta Budha dan tingkat bawah untuk kegiatan keagamaan.
Ø      Candi Sojiwan
Letak candi ini kurang lebih 2 km kearah tenggara dari percandian Prambanan. Sebagian besar hanya berupa reruntuhan. Pada kaki candi ini terpahat relief cerita binatang yang mengandung nilai-nilai filsafat.
Ø      Candi Boko ( Kraton Ratu Boko )
Letaknya kurang lebih 3 km kearah selatan dari percandian Prambanan, terdiri atas Bukit Kidul yang merupakan lanjutan dari pegunungan seribu dengan pemandangan alam nan permai di sekitarnya. Bangunan ini sangat unik, berbeda dengan bangunan-bangunan lain sesamanya dan lebih mengesankan sebuah keratin (Istana). Diperkirakan Balaputera Dewa dari dinasti. Syailendra yang beragama Budha mendirikannya pada pertengahan abad 9 M sebagai benteng pertahanan yang strategis terhadap Rakai Pikatan.  
Ø      Candi Banyunibo
Candi ini nterletak kurang lebih 200 m kearah tenggara dari candi Boko, berdiri keatas sebuah lembah. “Banyu” berarti “air”, “nibo” berarti “jatuh menetas”. Keduanya memiliki makna yang puitis bagi lingkungan masyarakat Jawa. Candi Budha ini didirikan pada abad 9 Masehi.
Ø      Candi Sari
“Sari“ berarti “Indah” atau “cantik“ sesuai bentuknya yang menarik ramping. Mungkin karena adanya keindahan yang menarik perhatian ia dinamakan demikian. Puncak atasnya berhiasan 9 stupa, arca-arca bodhisatwa terpahat pada dinding luarnya yang sangat indah.
Ø      Candi Kalasan
Peninggalan agama Budha tertua di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah adalah candi kalasan. Candi ini didirikan oleh penangkaran, raja kedua kerajaan Mataram kuno pada abad 8 M sebagai persembahan Dewi Tara. Candi ini di anggap permata kesenian Jawa Tengah.
Ø      Candi Sambisari
 Setelah terpendam selama berabad-abad karena letusan gunung Merapi, pada bulan juli 1966 ditemukan kembali secara kebetulan oleh seorang petani yang tengah mengerjakan sawahnya. Tahun 1986 telah selesai di pugar. Didalam ruangannya terdapat Lingga dan Yoni, aspek dari Siwa. Kesatuan keduanya melambangkan totalitas dan kesuburan. Candi Hindu ini diperkirakan mulai berdiri antara kurang lebih 812-838 Masehi.
BAB III
PENUTUP

3.1        Kesimpulan
Dengan dilaksanakan Studi Lapangan ke Solo-Yogyakarta, banyak sekali pelajaran-pelajaran bermanfaat yang dapat kita manfaatkan dan pelajari untuk kedepannya, yaitu:
1.      Dengan kegiatan Studi Lapangan ini siswa dapat menambah wawasan dan penetahuan siswa.
2.      Dapat menumbuhkan rasa cinta yang tinggi terhadap kebudayaan Indonesia.
3.      Siswa dapat bekerjasama dalam hal pembuatan Laporan Studi Lapangan.
4.      Dengan berkarya wisata siswa dapat mengetahui tampat-tempat rekreasi dan peninggalan sejarah di indonesia.

3.2        Saran
1        Untuk lebih kreatif kami harap Guru-Guru lebih banyak mamberikan bimbingan yang lebih lengkap dalam penyusunan Karya Tulis ini.
2        Kepada Panitia Pelaksana Study Lapangan, kami menyarankan agar       kunjungan objek wisata harus seimbang antara tempat rekreasi dengan tempat penelitian supaya siswa tidak merasa bosan dan jenuh ketika melaksanakan Studi Lapangan.
3        Pengaturan waktu/jadwal pelaksanaan Studi Lapangan diharapkan untuk dibenahi lagi karena kami merasa pada Studi Lapangan ini waktu lebih banyak digunakan untuk perjalanan dari pada untuk rekreasi di objek wisata.







Daftar Pustaka


Nirmolo, Tirto. CV. Madukismo. Yogyakarta.
Anonimous. 2001. Diorama Kraton Surakarta Hadiningrat. Solo.
PT Taman wisata candi. 2010. Kompleks percandian  prambanan (Roro Jonggrang) dan candi-candi lainnya. Yogyakarta.
http://www.tamanpintar.com